WANHEARTNEWS.COM - Jebakan utang China dinilai telah menjadi penyebab utama krisis ekonomi terburuk di Sri Lanka sejak negara itu merdeka. Hal ini juga menjadi peringatan bagi negara-negara lain untuk waspada terhadap diplomasi debt trap atau jebakan utang China.
China telah menjadi kreditur terbesar bagi Sri Lanka, menyumbang sekitar 10 persen dari total utang luar negeri negara tersebut.
Pinjaman dari China kepada pemerintah Sri Lanka dari tahun 2000 hingga 2020 tercatat mendekati 12 miliar dolar AS. Sebagian besar dalam megaproyek infrastruktur, termasuk fasilitas pelabuhan di Hambantota, kampung halaman mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa.
Menurut laporan The Washington Post, pelabuhan tersebut telah diserahkan secara efektif ke China sekitar setengah dekade lalu. Itu dilakukan ketika pihak berwenang Sri Lanka mengaku tidak dapat melunasi pinjaman, alih-alih melakukan restrukturisasi.
"Alih-alih memanfaatkan cadangan terbatas yang kami miliki dan merestrukturisasi utang di muka, kami terus melakukan pembayaran utang sampai kehabisan semua cadangan," kata Menteri Keuangan Sri Lanka periode April-Mei 2022, Ali Sabry.
"Jika realistis kami seharusnya melakukan restrukturisasi (ke IMF) setidaknya 12 bulan sebelum kami melakukannya," tambahnya.
Jebakan utang China di Sri Lanka menjadi pengingat dan imbauan terkait kesalahan pemerintah. Hal ini juga disuarakan oleh Peter Hartcher lewat tulisannya di Sydney Morning Herald.
"(Sri Lanka) adalah keruntuhan besar pertama yang tidak terkendali di mana China adalah pemberi pinjaman yang dominan. Ini membuka pertanyaan besar tentang nasib negara-negara pada posisi paling rentan," ucapnya.
Pakar internasional memperingatkan negara-negara lain yang dililit utang itu termasuk dari Laos di Asia Tenggara hingga Kenya di Afrika Timur.
Sumber: RMOL