Terutama, setelah autopsi kedua dan ditemukannya sejumlah barang bukti yang mendukung.
"Jangan ada yang ditutup-tutupi. Buka dengan gamblang. Apalagi, setelah adanya pernyataan Presiden Jokowi yang meminta Polri, agar tidak merusak kepercayaan rakyat," tegas Prof. Romli kepada RM.id, Jumat (22/7).
"Perhatian Presiden dalam kasus ini, luar biasa. Sama besarnya dengan kasus minyak goreng. Polri ke depan harus lebih membuat akses publik ke dalam kinerjanya, untuk menciptakan institusi yang berintegritas dan berwibawa," imbuhnya.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad juga sependapat. Dia meminta Polri, untuk segera memproses kasus ini, sesuai fakta hukum penyidikan yang ditemukan.
"Limpahkan ke Kejaksaan untuk proses pembuktiannya. Penyelesaian kasus yang cepat, bisa mencegah spekulasi liar di masyarakat yang sebenarnya hanya asumsi, dan bukan fakta hukum hasil penyidikan," beber Suparji.
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah mendesak Polri untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
“Usut tuntas, buka apa adanya, jangan ada yang ditutup-tutupi, transparan,” tegas Jokowi saat mengunjungi Taman Nasional Komodo di Pulau Rinca, Manggarai Barat, NTT, Kamis (21/7).
"Polri harus bisa menjaga kepercayaan publik pada institusinya. Itu penting agar masyarakat tidak ada keraguan-keraguan terhadap peristiwa yang ada. Ini yang harus dijaga. Kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga,” imbuhnya.
Pengusutan kasus tewasnya Brigadir Novriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dilaporkan mengalami perkembangan setelah Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengumumka, pihaknya telah menemukan bukti petunjuk kamera CCTV.
Meski masih dalam pemeriksaan, rekaman kamera tersebut bisa mengungkap fakta yang sebenarnya.
Dua perwira Polri juga telah dicopot, karena diduga menutupi kasus ini.
Yaitu mantan Kepala Biro Pengamanan dan Internal (Karopaminal) Brigjen Hendra Kurniawan dan Kapolres Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto.
Sumber: RM.ID