WANHEARTNEWS.COM - Semua isi pesan percakapan pengguna aplikasi media sosial termasuk WhatsApp maupun Gmail disebut bisa diintip oleh pemerintah.
Hal itu lantaran aturan Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat.
Pakar keamanan siber dari CISSReC, Pratama Persadha mengatakan lewat aturan tersebut, pemerintah nantinya bisa melihat informasi isi pesan WhatsApp meskipun aplikasi diklaim punya fitur enkripsi.
"Dengan Permenkominfo PSE ini, pemerintah bisa meminta dan melihat informasi yang dibutuhkan untuk keperluan penyelidikan, meskipun data tersebut dienkripsi," ujar Pratama seperti melansir cnnindonesia.com.
Sebagai informasi, enkripsi merupakan sebuah metode yang memungkinkan informasi seperti yang ada di WhatsApp maupun Gmail akan `terkunci`.
Kemudian pesan yang dienkripsi, nantinya akan diubah ke dalam kode acak rahasia.
Menurutnya, secara teknis aplikasi pesan singkat WhatsApp atau platform pesan elektronik seperti Google Mail memang bisa memantau isi pesan, dan kepada siapa saja pesan tersebut dikirimkan.
Namun menyangkut payung hukum yang dikeluarkan Kemenkominfo itu, kata Pratama ada beberapa butir pasal yang bisa `menghalalkan` pemerintah untuk mengintip isi pesan.
Apabila mengacu ke pasal 9, 14 dan 36 di Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, dinilai Pratama bisa menghilangkan privasi masyarakat.
"Ada masukan sebagai jalan tengah, permintaan membuka informasi untuk keperluan penyelidikan tersebut harus lewat pengadilan," ujarnya.
Artinya, permintaan membuka informasi di WhatsApp atau Gmail baru bisa dilakukan apabila ada sebuah perkara hukum. Hal ini disebut Pratama lumrah dilakukan di beberapa negara.
Dia menilai, permintaan meminta atau mengakses media sosial milik masyarakat itu harus mendapatkan perhatian oleh Kemenkominfo, agar tidak kontra-produktif di masyarakat.
Terlebih, alasan membuka informasi tersebut karena frase `mengganggu ketertiban umum` yang tidak jelas batasan. Karena itu, sebaiknya ada diskusi elemen masyarakat dengan Kemenkominfo ihwal batasan akses ke platform tersebut.
Pratama menjelaskan, elemen masyarakat yang merasa keberatan dengan aturan Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat itu sebaiknya mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).
Dia juga menyarankan Kemenkominfo untuk mengubah sendiri aturan tersebut bersama masyarakat, sehingga Permenkominfo itu bisa berjalan lebih efektif.
"Jangan sampai ini mendapatkan perhatian asing menilai ini sebagai upaya mematikan demokratisasi di ruang digital," ujarnya.
Sebelumnya, Para aktivis dari koalisi advokasi Permenkominfo Nomor 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat memprotes aturan tersebut di Gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Jumat (22/7).
Isi tuntutan demonstran di antaranya mencabut Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020 dan amandemen Permenkominfo nomor 10 tahun 2020 yang dinilai bisa membatasi ekspresi di ruang digital.
Terpisah, Peneliti Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM) Alia Yofira di Twitter Space mengatakan lewat aturan Permenkominfo tersebut memberi kewenangan aparat untuk meminta informasi apapun kepada Google dan WhatsApp.
"Ketika yang mengakses ini adalah pemerintah, kemudian untuk yang mengawasi, misal, tidak memakai izin dari pengadilan juga adalah pemerintah, khususnya nanti ketika otoritas PDP (perlindungan data pribadi)-nya yang masih sedang dibahas, tapi ada tendensi akan di bawah pemerintah," ujarnya Rabu (20/7).
Aturan Permenkominfo ini disebut Alia berpotensi sebagai pasal karet, karena rentan penyalahgunaan lewat diksi-diksi yang abu-abu seperti terkait pemblokiran terhadap konten "mengganggu ketertiban umum" dan "meresahkan masyarakat."
Sumber: rctiplus