Jejak Kematian dari Foto Jenazah
Keluarga Brigadir Nopriansyah Josua Hutabarat atau Brigadir J terus berupaya menguak misteri kematian anak mereka. Berbagai cara mereka tempuh: melapor ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, menyerahkan foto dokumentasi bekas luka pada jenazah, serta mempertanyakan raibnya tiga telepon seluler milik Brigadir Josua.
"Kami sudah menyerahkan ke Komnas HAM sejumlah foto dokumentasi perihal luka yang ada di tubuh Brigadir Josua," kata Kamaruddin Simanjuntak, yang ditunjuk menjadi pengacara oleh keluarga Josua, saat dihubungi Tempo, Ahad, 17 Juli 2022.
Kamaruddin menerima kuasa untuk mewakili kepentingan hukum Josua dari Rosti Simanjuntak dan Samuel Hutabarat. Keduanya merupakan orang tua Josua.
Menurut polisi, Brigadir Josua meregang nyawa setelah baku tembak dengan rekannya, Bharada E, di rumah dinas Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo pada Jumat sore, 8 Juli 2022. Josua tewas ditembak karena diduga melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy, Putri Chandrawati.
Dalam insiden kematian Josua terdapat kejanggalan.
- Insiden pada Jumat itu baru diumumkan oleh Mabes Polri tiga hari kemudian pada Senin sore, 11 Juli 2022.
- Kejanggalan lain adalah kamera pengawas atau CCTV (closed-circuit television) di rumah dinas disebut rusak tiga pekan.
- Namun dekoder CCTV di pos satpam dekat rumah dinas itu disita polisi sehari setelah insiden.
Kamaruddin menuturkan, keluarga mulai melihat kejanggalan kematian yang menimpa keponakannya itu saat polisi melarang peti jenazah dibuka.
Jenazah Josua tiba di rumah orang tuanya di Jambi pada Sabtu pagi, 9 Juli 2022.
Polisi yang mengantar peti jenazah hanya menyebutkan Brigadir Josua meninggal akibat baku tembak tanpa menjelaskan siapa yang menembak dan ditembak.
Josua juga disebut diduga terlibat dalam pelecehan terhadap istri komandannya itu.
Keluarga tidak begitu saja percaya. Mereka berkukuh agar peti jenazah dibuka.
Keluarga, Kamaruddin menuturkan, baru memakamkan Josua pada Senin, 11 Juli. Dengan begitu, jenazah perlu diberi tambahan formalin.
Lalu pihak keluarga meminta polisi yang mengawal peti jenazah keluar dari ruang keluarga.
Dari situlah, keluarga melihat dan mendokumentasikan berbagai luka di tubuh Josua. Selain bolong bekas luka terjangan peluru, sejumlah luka seperti sayatan senjata tajam ditemukan di tubuh Yosua.
Cedera Sadis di Sekujur Tubuh
Setelah melihat kejanggalan dan luka di tubuh Josua, keluarga mendesak agar dilakukan autopsi ulang oleh tim independen di luar kepolisian.
"Keluarga meminta makam dibongkar untuk dilakukan autopsi secara independen," ujar Kamaruddin.
Keluarga pun mendesak isi percakapan di tiga nomor telepon seluler Josua dibuka. Sebab, ketiga hp itu disebut hilang. Informasi yang diperoleh keluarga, Josua pada Jumat pagi ada di Magelang, Jawa Tengah, bersama komandannya, Irjen Ferdy Sambo.
"Dia kontak ibunya dan bilang nanti sore telepon lagi karena tidak etis menelepon selagi bertugas dan ada komandannya,” ujar Kamaruddin.
Keluarga menunggu telepon Josua hingga sore, tapi telepon yang ditunggu tak pernah ada.
Keluarga menganggap penting keberadaan tiga ponsel itu untuk menelisik isi percakapan dan dengan siapa saja Josua berkomunikasi pada Jumat itu.
"Ini kejanggalannya. Polisi, kan, seharusnya bisa menelusuri lewat provider telekomunikasi,” ujarnya.
Keluarga juga meminta polisi menyita mobil yang dikendarai Irjen Fredy Sambo dan Brigadir Josua dalam perjalanan dari Magelang menuju Jakarta.
Keluarga menduga ada kemungkinan jejak informasi ada di mobil tersebut.
Komnas HAM membenarkan bahwa pihaknya telah menerima sejumlah foto dan video perihal kondisi Josua yang didokumentasikan keluarga.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan lembaganya sejak Sabtu lalu, 16 Juli 2022, menggali keterangan dari keluarga Brigadir Josua di Jambi.
Komnas HAM telah mendapat banyak informasi untuk memperjelas penyebab kematian Josua. Foto-foto yang didapatkan Komnas HAM juga lebih banyak dari yang beredar di publik. “Komnas HAM bergerak secara imparsial, independen, dan obyektif,” ujar Anam.
Penggalian informasi dari keluarga Josua menjadi tahap awal untuk mendalami dan menelusuri kasus kematian Josua. Setelah mendapat keterangan dari pihak keluarga, Komnas HAM juga akan memanggil polisi, dokter, ahli siber, termasuk Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Chandrawati.
"Kami juga berharap, kalau masyarakat ada informasi dan bukti, silakan datang dan berikan ke Komnas HAM,” kata Anam.
Anggota Komnas HAM lainnya, Hairansyah, meminta polisi transparan dalam mengusut kasus ini. Komnas HAM menyarankan polisi melibatkan media dalam proses olah tempat kejadian perkara di rumah Ferdy Sambo. "Hal yang didorong transparansi, bukan prosedural dari kepolisian," ucapnya.
Autopsi independen
Komnas HAM mendukung dilakukannya autopsi independen sebagai pembanding dari hasil bedah mayat yang dilakukan Korps Bhayangkara. Upaya autopsi, kata Hairansyah, merupakan langkah untuk menjawab keraguan pihak keluarga terhadap keterangan polisi perihal penyebab kematian Josua.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso menilai autopsi ulang akan menjadi titik awal penyelidikan kematian Josua. Autopsi ulang mesti dilakukan karena tempat kejadian perkara diduga rusak dan barang bukti banyak dihilangkan. Sebab, ada jeda tiga hari dari peristiwa kematian Josua dengan informasi yang diberikan polisi.
“Bila tidak dilakukan autopsi ulang yang disaksikan Komnas HAM, obyektivitas hasil penyelidikan tim khusus bentukan Polri tidak dapat diharapkan," ujar Sugeng.
(Sumber: Koran Tempo 18/7/2022)
*VIDEO Pernyataan Pengacara: Link