WANHEARTNEWS.COM - Berdasarkan hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), biaya untuk menjadi calon bupati atau walikota mencapai angka Rp 30 miliar. Sementara untuk menang atau terpilih sebagai bupati atau walikota membutuhkan anggaran dua kali lipat, yaitu mencapai Rp 75 miliar.
Begitu kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat memberikan bekal antikorupsi di hadapan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Aboe Bakar Alhabsyi dan puluhan pengurus PKS dalam program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu 2022 di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa pagi (19/7).
Alex mengatakan, sudah bukan rahasia lagi untuk menjadi anggota DPRD ada biaya yang tidak sedikit yang harus dikeluarkan. Hal itu juga terjadi untuk menjadi kepala daerah, khususnya menjadi Bupati atau Walikota.
"Kepala daerah, ini dari survei Kemendagri itu Rp 20 sampai 30 miliar untuk kepala daerah tingkat II Bupati Walikota. Dan itu tidak jaminan menang. Kalau ingin menang, itu harus di-double-kan biayanya itu, Rp 50 sampai 75 miliar," ujar Alex seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Selasa pagi (19/7).
Karena kata Alex, berdasarkan survei KPK dan Kemendagri menunjukkan bahwa semakin besar biaya yang dikeluarkan, terdapat korelasi langsung antara biaya yang dikeluarkan dengan keterpilihan kepala daerah.
"Kami (KPK) melakukan survei, Kemendagri melakukan survei, seperti itu," kata Alex.
Apalagi kata Alex, secara realistis, masyarakat Indonesia juga masih mengharapkan adanya uang yang diberikan dari para calon kepala daerah.
"Berarti apa? Kalau biaya yang dikeluarkan gede, pembagian ke masyarakat juga lebih gede. 'Wani Piro?' siapa yang ngasih lebih gede itu lah yang dipilih, realitasnya seperti itu bapak ibu sekalian masyarakat kita juga menjadi pragmatis melihat hal seperti ini," pungkas Alex.
Sumber: RMOL