WANHEARTNEWS.COM - FBI menyita berkas-berkas paling rahasia dalam penggeledahan di properti milik mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pekan ini. Ini pertama kalinya rumah seorang mantan presiden digeledah dalam penyelidikan kriminal.
Dilansir dari BBC, para agen mengambil 11 set dokumen, termasuk beberapa di antaranya yang bertanda 'TS/SCI', sebutan untuk materi yang dapat menyebabkan kerusakan 'sangat parah' pada keamanan nasional AS.
Di sisi lain, Trump membantah telah melakukan kesalahan. Menurutnya, berkas-berkas tersebut tak termasuk dalam klasifikasi tersebut.
Daftar barang sitaan itu diumumkan pada Jumat (12/8) setelah seorang hakim mengungkapkan dokumen 7 halaman yang mencakup surat perintah penggeledahan di Mar-a-Lago, kediaman Trump di Palm Beach.
Dikatakan barang-barang dalam lebih dari 20 kotak disita pada Senin (8/8), termasuk satu album foto, catatan tulisan tangan, informasi yang tak disebutkan tentang 'Presiden Prancis', dan surat grasi yang ditulis atas nama sekutu lama Trump, Roger Stone.
Berdasarkan surat perintah tersebut, agen FBI sedang mencari kemungkinan pelanggaran Undang-undang (UU) Spionase, sehingga ilegal untuk menyimpan atau mengirimkan informasi keamanan nasional yang berpotensi berbahaya.
Selain 4 set berkas rahasia, ada juga cache 3 set 'dokumen rahasia' dan 3 set 'materi rahasia'. Padahal, penghapusan dokumen atau materi rahasia dilarang oleh hukum AS. Artinya, semakin besar peluang hukuman bagi Trump untuk kejahatan tersebut saat menjabat. Kini, ia dapat dihukum hingga 5 tahun penjara.
Surat perintah itu menyebut lokasi yang digeledah di Mar-a-Lago mencakup area yang disebut '45 kantor' dan ruang penyimpanan, tetapi bukan kamar pribadi yang digunakan oleh Trump dan stafnya.
Pada Jumat (12/8) malam, kantor Trump merilis pernyataan bahwa ia telah menggunakan wewenangnya sebagai presiden untuk membuka dokumen-dokumen tersebut.
"Ia memiliki perintah tetap bahwa dokumen yang dikeluarkan dari Ruang Oval dan dibawa ke kediamannya dianggap tak diklasifikasikan. Kekuasaan untuk mengklasifikasikan dan mendeklasifikasi dokumen sepenuhnya berada di tangan Presiden AS. Gagasan bahwa sejumlah birokrat pembuat berkas, dengan otoritas klasifikasi yang didelegasikan oleh presiden, perlu menyetujui deklasifikasi adalah tidak masuk akal," bunyi pernyataan tersebut.
Namun, pakar hukum mengaku tak yakin argumen ini dapat bertahan di pengadilan.
"Presiden dapat membuka informasi rahasia, tetapi mereka harus mengikuti prosedur. Mereka harus mengisi formulir. Mereka harus memberikan otorisasi tertentu. Mereka tak bisa begitu saja menyatakan dokumen-dokumen ini dideklasifikasi. Mereka harus mengikuti proses, tetapi tak jelas apa yang mereka ikuti di sini," terang Tom Dupree, seorang pengacara yang pernah bekerja di departemen kehakiman.
Sebaliknya, seorang juru bicara Trump, Taylor Budowich, menuduh pemerintah menyebarkan kebohongan dan sindiran untuk memamerkan 'persenjataan' pemerintah terhadap lawan politik dominan mereka. Sekutu konservatif Trump itu juga mengutuk 'serangan' ini dengan menyebutnya sebagai 'proyek' politik yang sukses saat Trump mempertimbangkan mencalonkan diri lagi sebagai presiden pada 2024.
Sementara itu, lembaga penegak hukum di seluruh AS dilaporkan memantau ancaman daring terhadap pejabat pemerintah yang muncul setelah penggeledahan FBI. Menyetujui surat perintah secara pribadi, Jaksa Agung AS Merrick Garland membela agen federal pada Kamis (11/8). Ia memuji mereka sebagai pelayan publik yang berdedikasi dan patriotik.
"Saya tak akan diam saja ketika integritas mereka diserang secara tak adil," tekadnya.[]
Sumber: akurat