WANHEARTNEWS.COM - Jauh sebelum muncul desakan agar Buzzer yang memecah persatuan ditertibkan belakangan ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Media Sosial.
Fatwa itu juga mengatur soal buzzer dan pencitraan di media sosial.
Ketua Komisi Dakwah MUI KH. Cholil Nafis mengatakan, buzzer di media sosial yang memberikan informasi berisi hoaks, ghibah, fitnah, namimah atau adu domba, gosip, dan lain-lain yang bersifat keburukan, itu diharamkan. Bahkan Buzzer seperti itu sama seperti PEMAKAN BANGKAI.
"Saya menyebut orang yang memfitnah, yang tidak ada diada-adakan, bohong, namimah, mengadu domba, lalu gibah menceritakan kejelekan orang lain di depan umum, kalau itu maknanya Buzzer ya, itu sama di dalam Al-Qur'an disebutkan seperti makan bangkai saudaranya," kata Cholil.
Lebih detailnya, hal itu tertuang di Surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
"....Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12).
Dalam ayat tersebut, Allah SWT menyamakan orang yang suka menggibah seperti memakan bangkai saudaranya sendiri, suatu perbuatan yang menjijikan. Ghibah juga bisa merusak tali persaudaraan.
"Jadi kalau Buzzer memfitnah, menggibah, ya tentu di situ [seperti makan bangkai], tapi kalau Buzzer dalam arti menyebarkan kebaikan dan menunjukkan kelebihan itu saya pikir sah-sah saja," tutup Cholil.
• Asal Usul Buzzzer
Istilah buzzer berasal dari bahasa Inggris yang berarti lonceng, bel, atau alarm. Dalam Oxford Dictionaries, buzzer berarti perangkat elektronik yang menghasilkan suara berdengung sebagai sinyal.
Centre for Innovation Policy and Governance (2017) mendefinisikan buzzer sebagai individu atau akun yang memiliki kemampuan amplifikasi pesan dengan cara menarik perhatian dan/atau membangun percakapan dan bergerak dengan motif tertentu.
"Ringkasnya, (Buzzer) adalah pelaku yang membuat suara-suara bising seperti dengung lebah," kata CIPG dalam laporan yang diterbitkan tahun 2017.
• Buzzer Musuh Besar
Dalam rangka Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2021, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengangkat tantangan pers masa kini. Ia menunjuk buzzer yang tak bertanggung jawab sebagai musuh terbesar pers.
Musuh terbesar dunia pers saat ini, khususnya pers online melalui jalur media sosial, ialah para buzzer yang minim tanggung jawab kebangsaan, etika cover both sides, dan keadaban mulia," kata Haedar dalam publikasi di situs Muhammadiyah.
Pernyataan dari Muhammadiyah ini berselang sehari setelah Presiden Jokowi menyatakan masyarakat harus turut aktif mengkritik pemerintahannya.
Statement Jokowi mendapat reaksi beragam dari masyararat. Sejumlah pihak justru mengkhawatirkan Buzzer yang acapkali menjadi benteng kritik yang dialamatkan ke pemerintah.
**********
BUZZER, MEMBUNUH ORANG DEMI NASI DAN RECEH
Melalui jasa baik kawan-kawan, lengkap sudah investigasi atas pendiskreditan nama Dr.Tifauzia Tyassuma oleh Pebisnis Buzzer, yang digoreng dalam berbagai Portal Media Buzzer Online.
Menggunakan manusia-manusia bayaran dengan provider tertentu yang memungkinkan mereka ini punya puluhan akun dan kloningan. Tugas mereka adalah terus membunuh, menghabisi, menggoreng, memfitnah, menghancurleburkan kredibilitas, dan nama baik seseorang, demi nasi dan uang recehan.
CARA KERJA BUZZER :
1. Menyebar HOAX kemana-mana, dengan narasi/berita yang dibuat Juragan disebarkan melalui Media Online Buzzer, yang jadi semacam Sumber Referensi. Tanpa mereka sadari bahwa, si Juragan dapat miliaran dari Pemodal dan iklan. sementara mereka hanya dapat recehan setara nasi pecel ayam. Makin sering mereka posting, makin kaya raya si Juragan.
2. Menghajar postingan Korban yang diincar dalam hal ini dr.Tifa- dengan komen-komen nyinyir secara terus-menerus, tanpa pandang bulu, tanpa peduli apakah yang di post adalah fitnahan, HOAX, berisikan konten yang memutarbalikkan logika.
3. Membuat banyak netizen julid ikut-ikutan terbawa arus menjadi Buzzer Gratisan. Tercuci otak lalu ikut menyebarluaskan berita yang dibuat, ikut nimbrung di komen, menggunjing, mengghibah, memfitnah sampai tak sadar menjadi semacam kawanan lebah jahat yang mendengungkan hal jahat.
Tanpa peduli mereka ini terus dan terus mengeroyok postingan seseorang yang diincar, komen-komen Jahat mereka ini seperti peluru yang ditembakkan tanpa ampun, untuk menghabisi seseorang, membuat Opini Publik terbelah dan terbalik-balik, sehingga orang-orang yang sebetulnya sangat mengenal baik orang yang menjadi incaran, bisa berganti memusuhi orang itu, dan ikut-ikutan menyebarluaskan pemahaman dengan kesalahan pikir (logical fallacy) dan ad hominem (menghancurkan karakter seseorang di depan publik) tanpa ampun.
Dengan harapan agar si korban -orang yang diincar untuk DIHABISI - mengalami mental breakdown, depresi, menghilang, diam, Bungkam, dan kalau perlu untuk selama-lamanya.
Demi nasi. Demi recehan. Manusia-manusia gagal hidup itu tega dan begitu keji jadi suruhan dan budak kejahatan.
Dalam sejarah panjang, banyak ilmuwan dan penegak kebenaran menentang arus, menyuarakan kebenaran, terbully sampai bunuh diri (Edward Jenner) terpenggal (Galileo), terbakar (Joan of Arc), dipaksa minum racun (Senecca).
Di masa sekarang, di abad 21 ini, pedang, racun, api, diganti dengan HOAX dan FITNAH melalui serangan membabi buta tak kenal ampun.
Inilah Indonesia. Dimana sebagian penduduknya sanggup menggadaikan kemanusiaan, menjadi buzzer-buzzer budak, merendahkan diri serendah-rendahnya, Demi Nasi, Demi Receh.
Di mata saya hanyalah, nyawa 273 juta rakyat Indonesia, yang harus segera disadarkan dengan pengetahuan, yang harus segera dibuat melek mata dengan kenyataan, yang harus segera dipaksa menerima kebenaran walau pahit, agar terhindar dari bencana lebih luas lagi, bencana Covid-19.
Dokter di Rumah Sakit berjuang, di tengah gempuran serangan virus Covid19, dengan APD seadanya dan jiwa sekuatnya.
Saya bekerja di lapangan dan sosial media, berjuang menyuarakan kebenaran dan pengetahuan di tengah gempuran serangan Buzzer, Hoax dan fitnah dengan bekal keyakinan semata.
Semoga Allah Swt melindungi kami, para dokter yang bekerja dari preventif hingga kuratif.
Untuk tetap kuat dan teguh menjalankan tugas kami masing-masing.
Demi keselamatan seluruh Rakyat Indonesia, dari bencana Covid-19 lebih luas.
®Tifauzia Tyassuma