WANHEARTNEWS.COM - Perusahaan PT. JNE (Tiki Jalur Nugraha Ekakurir) mengklaim persentase beras bantuan Presiden (Banpres) yang rusak dan dikubur di daerah Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok tersebut adalah 0,05 persen dari total 6.199 ton beras Banpres yang seharusnya disalurkan.
Diketahui, PT. JNE mengeluarkan dana Rp 37 juta rupiah untuk mengganti biaya beras bantuan sosial Banpres sebanyak 3,4 ton yang rusak dalam proses pengiriman.
"JNE bayar beras yang rusak dengan cara honornya dipotong. Namanya debit note," ujar Pengacara JNE, Hotman Paris dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta Utara, Kamis (4/8/2022) yang dikutip dari ANTARA.
Hotman menerangkan, biaya penggantian beras rusak tersebut ditanggung oleh pihak JNE melalui skema potong honor yang seharusnya diterima JNE dari PT SSI (Storesend Elogistics Indonesia),selaku rekanan pemerintah untuk menyalurkan bansos yang kemudian bekerja sama dengan JNE dalam hal pendistribusian.
"Menurut kontrak tanggungjawab dari JNE harus mengganti rugi, dan rakyat enggak boleh dirugikan. Caranya JNE minta lagi beras tambahan, mengganti beras yang rusak, dan itu disampaikan ke keluarga penerima manfaat," jelasnya.
Hotman melanjutkan, beras pengganti yang dipesan baru tersebut, telah disalurkan ke seluruh keluarga penerima manfaat (KPM) di 11 kecamatan di Depok.
Ia juga menyangkal adanya unsur melawan hukum terkait isu penguburan beras Banpres yang sengaja disalahgunakan atau dikorupsi untuk mendulang keuntungan.
"Kenapa dicurahkan berasnya, dijual lagi aja ke pasar? Akhirnya kan beras itu dicurahkan, dibuang ke dalam tanah, itulah bukti tidak ada sama sekali niat korupsi. Karena ini memang beras kita. Beras milik JNE," tegas Hotman.
Ia menjelaskan, beras yang rusak pada Mei 2020 sebanyak 3,4 ton tersebut sudah menjadi milik PT. JNE kemudian disimpan lama di gudang selama 1,5 tahun, dan karena kondisinya semakin rusak akhirnya diputuskan untuk menguburnya pada November 2021 agar mencegah beras disalahgunakan.
Sumber: suara