WANHEARTNEWS.COM - Anggota Komisi VI DPR, Rieke Diah Pitaloka, mempersoalkan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di depan Menteri BUMN Erick Thohir. Rieke mempertanyakan alasan pemerintah membuka peluang kenaikan harga BBM karena melejitnya harga acuan minyak dunia.
"Alasannya dari tahun ke tahun sama saja, karena minyak dunia naik. Tapi ketika harga minyak dunia turun, kok harga BBM enggak turun ya, Pak?" kata Rieke dalam rapat kerja di kompleks Parlemen Senayan, seperti ditayangkan melalui YouTube DPR, Rabu, 24 Agustus 2022.
Rieke meminta penjelasan kepada Erick Thohir ihwal perhitungan kenaikan harga BBM dan utang-utang pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) serta PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk subsidi dan kompensasi energi. Di sisi lain, ia juga mendorong Kementerian BUMN untuk membuka data siapa saja penerima BBM bersubsidi tersebut.
Politikus PDIP itu menyarankan pemerintah untuk lebih dulu memperbaiki data penerima BBM bersubsidi sebelum mengambil kebijakan tentang bahan bakar. Ia mengatakan seharusnya pemerintah berfokus menyalurkan BBM bersubsidi kepada penerima yang tepat sasaran alih-alih langsung menaikkan harga bensin.
"Jadi data penerima subsidi harus akurat dan tepat sasaran. Ketika data subsidi BBM belum transparan disampaikan dan subsidi BBM dari APBN naik terus, saya menolak kenaikan harga BBM," ucap Rieke.
Pemerintah sedang menggodok opsi untuk mengatasi persoalan BBM karena naiknya harga minyak dunia dan tingginya konsumsi bahan bakar. Alokasi volume subsidi BBM jenis Pertalite dan Solar diperkirakan membengkak dari 23 juta kiloliter menjadi 29 juta kiloliter sampai akhir tahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menjelaskan, dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo alias Jokowi meminta Kemenkeu menghitung kecukupan anggaran subsidi energi, terutama untuk Pertalite dan Solar. Hasil kalkulasi menunjukkan anggaran subsidi berpotensi bertambah Rp 198 triliun dari Rp 502 triliun menjadi hampir Rp 700 triliun.
"Nambah, kalau kita tidak menaikkan (harga) BBM, kalau tidak dilakukan apa-apa, tidak ada pembatasan, tidak ada apa-apa, maka (subsidi energi) Rp 502 triliun enggak akan cukup," tutur Sri Mulyani saat ditemui di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 23 Agustus 2022.
Selain mengerek harga BBM, sejatinya pemerintah memiliki opsi lainnya. Opsi kedua adalah membatasi konsumsi Pertalite dan opsi ketiga menambah anggaran. Namun, Sri Mulyani mengatakan jika opsi terakhir dipilih, kebijakan tersebut akan berisiko terhadap ketahanan fiskal.
Kendati begitu, Sri Mulyani berjanji apa pun keputusannya, pemerintah akan segera menyampaikannya. Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengaku sedang menghitung dampak dari setiap opsi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Sumber: tempo