Motif yang membuat Ferdy Sambo membunuh Brigadir J pun kini kian terkuat, salah satunya dari kondisi istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang ternyata sudah menangis sebelum Brigadir J dibunuh.
Saat itu Putri Candrawathi menangis sejak dari Magelang saat menuju Jakarta, karena sudah mengetahui bahwa Brigadir J akan dibunuh suaminya.
Fakta soal Kondisi Putri Candrawathi menangis diungkapkan pengacara Bharada E pada Horman Paris Hutapea.
"Kuasa hukum dari Bharada E mengatakan, bahwa sejak dari Magelang, ibu PC (Putri Candrawathi), atau istri dari Irjen Sambo sudah menangis," kata Hotman Paris Hutapea di videonya.
Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut kenapa Putri Candrawathi menangis.
Apakah karena Putri Candrawathi sudah tahu Brigadir J akan diduga dibunuh oleh suaminya dan ajudannya, belum terjawab.
Hotman Paris Hutapea cuma mengatakan, bahwa semua fakta baru akan terungkap dalam acara yang ia pandu.
Malu ungkapkan sesuatu
Sementara itu, tim Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyebut, Putri Candrawathi belum bisa dimintai keterangannya, karena terus menangis dan malu untuk mengungkapkan sesuatu.
“Sebetulnya belum ada apa pun yang kami peroleh, sempat yang disampaikan bahwa Ibu P malu untuk mengungkapkan,” kata Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu dalam Sapa Indonesia Pagi, Rabu (10/8/2022).
Kepada pimpinan LPSK, para psikolog dan psikiater tersebut melaporkan bahwa mereka tidak banyak memperoleh keterangan dari Putri Candrawathi.
Edwin mengatakan, faktor yang membuat tim LPSK tak mendapatkan keterangan yang signifikan karena Putri secara penampakan masih shock, sebagaimana yang dilaporkan oleh psikiater kepada pimpinan LPSK.
Saat proses asesmen tersebut, Edwin mengatakan, Putri juga lebih banyak diam.
“Lebih banyak diam, masih beberapa kali menangis. Sedikit informasi yang kami peroleh baik wawancara maupun intruksi tertulis, seharusnya pemohonan melakukan, itu juga tidak dikerjakan,” kata dia.
Sebelumnya, psikolog dan psikiater LPSK melakukan asesmen terhadap Putri di kediamannya.
Di sisi lain, dalam kasus pembunuhan Brigadir J, empat tersangka termasuk mantan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo dijerat pasal pembunuhan berencana. Keempatnya dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 jo 55 dan 56 KUHP dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.
"Penyidik menerapkan Pasal 340 subsider Pasal 338 jo Pasal 55, 56 KUHP, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau seumur hidup atau penjara selama-lamanya maksimal 20 tahun," ucap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Komjen Agus Andrianto dalam konferensi pers, Selasa, (9/8/2022).
Agus menyebutkan, keempat tersangka yang ditetapkan Bareskrim Polri memiliki peran masing-masing dalam pembunuhan.
Sementara itu, Bripka RR dan KM turut membantu dan menyaksikan penembakan Brigadir J.
Adapun Irjen Pol Ferdy Sambo adalah pihak yang memerintah Bharada E untuk menembak Brigadir J.
"Irjen Pol Ferdy Sambo menyuruh dan melakukan dan men-skenario seolah-olah terjadi tembak menembak (antara Bharada E dengan Brigadir J) di rumah dinas," kata Agus.
Motif Irjen Ferdy Sambo diduga bunuh Brigadir J
Kepala Pusat Kajian Keamanan Nasional Universitas Bhayangkara Hermawan Sulistyo menduga motif pembunuhan belum sepenuhnya diceritakan Ferdy Sambo kepada penyidik.
Hal tersebut dikarenakan berkaitan dengan harga dirinya sebagai laki-laki dan perwira tinggi.
“Ini yang mungkin membuat, karena ini menyangkut harassment (pelecehan) yang membuat tersangka itu tidak blak-blakan bicara,” kata Hermawan Sulistyo di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Rabu (10/8/2022).
“Karena ini menyangkut harga diri laki-laki, harga diri perwira tinggi.”
Motif Irjen Ferdy Sambo membunuh Brigadir J masih jadi sorotan.
Pihak Polri membantah telah jadi baku tembak. Bisa diartikan bahwa Brigadir J tidak melakukan tembakan balasan.
Menkopolhukam Mahfud MD menyebut motif kasus pembunuhan Brigadir J sensitif, hanya boleh didengar orang dewasa.
Namun meski motif belum diungkap, Mahfud MD tetap mengapreasia Polri dalam menetapkan beberapa tersangka kasus pembunuhan Brigadir J.
Mahfud MD menyerahakan konstruksi hukum dugaan pembunuhan berencana Brigadir J ke pihak kepolisian dan kejaksaan.
Sebab kata dia, di dalam konstruksi hukum juga menyangkur soal motif pembunuhan Brigadir J.
"Yang penting sekarang telurnya sudah pecah dulu, itu yang kita apresiasi dari Polri. Soal motif, itu biar dikonstruksi hukumnya," ujar Mahfud dalam jumpa pers,Selasa (9/8/2022).
Mahfud secara spesifik menyebutkan bahwa motif dalam kasus pembunuhan Brigadir J "sensitif".
"Karena itu sensitif, mungkin hanya boleh didengar oleh orang-orang dewasa," ungkapnya.
Mahfud mengakui bahwa pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J sulit dan membutuhkan waktu karena adanya kelompok-kelompok di internal Polri.
Menurutnya, pengungkapan kasus yang dilakukan oleh tim khusus Polri tak ubahnya menangani orang hamil yang sulit melahirkan sehingga butuh tindakan operasi yang membutuhkan waktu dan kehati-hatian lebih.
"Kasus ini memang agak khusus, seperti kasus orang menangani orang hamil yang mau melahirkan tapi sulit melahirkan, sehingga terpaksa dilakukan operasi Caesar," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (9/8/2022) malam.
Mahfud mengatakan, pengungkapan kasus barangkali merupakan hal yang mudah jika kasus ini bukan menyangkut hal yang terjadi di tubuh Polri dan melibatkan pejabat tinggi Polri.
Mahfud bercerita, Ketua Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri yang seorang purnawirawan polisi, pernah menyampaikan kepadanya bahwa polisi sanggup memecahkan kasus yang jauh lebih sulit dibandingkan ini sekalipun jejak pelakunya dianggap hilang.
"Kalau kayak gini tuh polsek saja bisa, tapi kalau tidak ada (faktor) psikologis itu. Itu bisa, polsek itu," ujar Mahfud.
Dalam kasus ini, Polri telah menetapkan 4 tersangka yakni Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai eksekutor penembakan Brigadir J.
Lalu, Brigadri Kepala Ricky Rizal dan Kuat yang dianggap turut menyaksikan dan membantu penembakan dan Sambo sebagai pemberi instruksi serta pembuat skenario pengaburan fakta.
Keempat tersangka dikenakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 tentang pembunuhan, dan Pasal 55 dan 56 KUHP terkait orang yang memfasilitasi terjadinya pembunuhan.
Pasal 340 KUHP sendiri memuat ancaman maksimal pidana mati.
Dalam konferensi pers Selasa malam, Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengumumkan bahwa tidak ditemukan fakta baku tembak dalam tewasnya Brigadir J.
Narasi baku tembak ini sebelumnya diumumkan sendiri oleh Polri pada awal kasus tewasnya Brigadir J bergulir.
Listyo menjelaskan, Brigadir J ditembak oleh Bharada E atas perintah Sambo.
Sumber: Tribun Medan