OLEH: ROSDIANSYAH*
PADA 11 Agustus 2022 Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih resmi dibubarkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Pembubaran ini sekaligus mengakhiri riwayat Satgasus yang dibentuk sejak tahun 2017 setelah Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta. Ada beberapa hal yang patut dicermati dari keberadaan Satgasus ini, utamanya bila dikaitkan pada karakter polisi rahasia dalam lingkup kelembagaan negara sektor keamanan.
Polisi rahasia menjadi instrumen efektif lembaga sektor keamanan yang bertujuan lebih dari sekadar menegakkan hukum. Sebab, dalam sejarahnya, polisi rahasia yang pernah dibentuk di berbagai negara merupakan alat politik pembungkam suara kritis dari masyarakat.
Dari jejak digital yang tersebar, disebut ada lima Surat Perintah (Sprin) resmi untuk Satgasus yang diketahui publik. Pertama, Surat Perintah (Sprin) Nomor Sprin/68/III/HUK.6.6/2019 yang terbit tanggal 6 Maret 2019. Masa berlaku Sprin ini dari Maret 2019 sampai Agustus 2019. Dan Sprin ini menggantikan Surat Perintah Kapolri Nomor: Sprin/1/I/HUK.6.6./2019 yang terbit 1 Januari 2019 tentang pembentukan Satgasus yang ditanda-tangani Kapolri saat itu, Jenderal Muhammad Tito Karnavian. Dalam Sprin tertanggal 6 Maret 2019, Komjen Idham Azis yang kala itu menjabat sebagai Kepala Bareskrim Polri juga tercantum sebagai Kepala Satuan Tugas Khusus (Satgasus).
Kedua, pada 28 Desember 2019, Kapolri Jenderal Idham Azis menerbitkan Surat Perintah Nomor: Sprin/3996/XII/HUK.6.6/2019 yang kemudian digantikan oleh Sprin/1246/V/HUK.6.6/2020 yang terbit 20 Mei 2020. Dalam Sprin 1246 itulah Ferdy Sambo yang saat itu sudah berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) dan menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, juga didaulat menjadi Kepala Satgasus (Kasatgasus). Durasi penugasan Satgasus kali ini dari 20 Mei 2020 sampai 20 November 2020. Sedangkan pada 10 November 2020, Rizieq Shihab kembali ke Indonesia, sehingga patut diduga pengawasan sekaligus monitoring terhadap segala kegiatan Rizieq Shihab, sejak kedatangannya kembali ke Indonesia, ikut melibatkan Satgasus ini.
Ketiga, seharusnya Satgasus telah usai kiprahnya pada akhir November 2020, sebab surat perintah untuk keberlangsungan Satgasus yang diketahui publik baru muncul lagi pada 1 Juli 2022 melalui penerbitan Sprin Nomor Sprin/1583/VII/HUK.6.6./2022. Jika memang tidak ada sprin lanjutan untuk keberadaan Satgasus sejak Desember 2020 sampai akhir Juni 2022, maka boleh pula diduga bahwa segala kegiatan Satgasus selama durasi itu tak punya payung hukum sama sekali.
Fenomena Polisi Rahasia
Khazanah literatur menyebut, pengawasan ketat selalu berkait pada kerja-kerja polisi rahasia (secret police). Mereka bisa berasal dari lembaga intelijen atau lembaga non-intelijen, namun tugasnya hanya mengawasi, menghalangi lalu melenyapkan. Mereka melenyapkan segala bentuk ancaman atau siapapun yang dianggap mengancam rezim.
Michel Foucault dalam bukunya ''Discipline and Punish'' (1977) menyebut pengawasan semacam itu merupakan teknologi tata kelola pemerintahan untuk mengontrol masyarakat, menguatkan kuasa sekaligus mendisiplinkan warga masyarakat melalui cara apapun. Yang penting, tujuan tercapai.
Artikel Bernhard Weiss ''The Russian Secret Police'' yang terbit dalam 'The Police Journal' pada tahun 1929 menceritakan bagaimana kiprah polisi rahasia era kekaisaran Rusia di akhir abad ke-19 memasuki abad ke-20. Kehadiran satuan tugas khusus polisi rahasia ini bertujuan melawan kebebasan berpolitik. Ketika warga masyarakat mulai bebas berekspresi di ruang publik, situasi ini dianggap mengamcam status-quo.
Lalu, dibentuklah satuan tugas polisi rahasia yang dalam kerjanya menggunakan metode brutal. Penangkapan disertai penyiksaan bahkan pembunuhan berlangsung tanpa ampun. Kelompok ultra despotik pendukung Tsar Alexander II, pimpinan Strogonov, tak segan-segan mengirim lawan-lawan politiknya ke Siberia. Kelak, setelah perang dunia kedua, dinas rahasia Uni Sovyet NKVD mengulangi metode itu. Meminggirkan para ''musuh Stalinisme'' melalui cara-cara brutal.
Metode tanpa ampun juga diadopsi polisi rahasia Cekoslovakia. Mereka meniru brutalisme polisi rahasia Rusia. Dalam artikelnya bertajuk ''A Revolution in a Revolution'' yang terbit dalam jurnal 'East European Politics and Societies' (2018), Molly Pucci mengurai kelanjutan metode brutal untuk melanggengkan Stalinisme yang masuk ke negara Cekoslovakia pada awal dekade '50an. Ada dua generasi berbeda dalam struktur polisi rahasia Cekoslovakia, StB.
Generasi pertama berasal dari para akademisi dan profesional yang masuk ke dalam birokrasi lalu meneguhkan ideologi komunisme memonopoli kekuasaan usai perang dunia kedua sampai tahun 1948.
Generasi kedua StB berasal dari kalangan buruh terafiliasi pada partai komunis. Aksi generasi kedua polisi rahasia ini jauh lebih brutal daripada generasi pertama. Mereka mengintai siapapun ''musuh negara'', menyingkirkan siapa saja ''musuh partai''.
Alison Lewis dalam artikelnya ''Reading and Writing the Stasi File'' dalam jurnal 'German Life and Letters' (2003) mengupas bagaimana teknik polisi rahasia Stasi di pemerintahan Jerman Timur. Lembaga ini melakukan pengawasan terhadap warga atau kelompok yang dicap mbalelo. Bagi Stasi, kelompok mbalelo 'musuh negara'.
Hak-hak kelompok dilucuti, anggotanya dipersekusi dan semua akses ke layanan publik ditutup. Selain itu, polisi rahasia Stasi menyebar desas-desus adanya kelompok radikal anti-rezim yang berbahaya. Pengawasan terhadap kelompok ini berlangsung 24 jam. Anggota kelompok tak bebas menunjukkan sikap politik atau kritik terbuka pada pemerintah. Jika ada yang melakukan itu, sudah pasti ia dicokok lalu diinterogasi habis-habisan.
Contoh lain pengawasan domestik polisi rahasia super ketat bisa dilihat dari KGB (Dinas Intelijen Uni Sovyet) di bawah Yuri Andropov. Ia mengawasi siapapun yang dicurigai sebagai ''musuh negara''. Yuri memimpin KGB pada 1967-1982. Ia sosok kepala KGB paling bersih dari korupsi tapi anggaran KGB meningkat tajam selama kepemimpinannya.
Mantan analis intelijen CIA, Robert Pringle, dalam artikelnya ''Andropov Counterintelligence State'' di International Journal of Intelligence and Counterintelligence (2000), menyebut Andropov mengklaim diri sebagai pelindung partai sekaligus protektor kepentingan negara.
Lima bulan di awal kepemimpinannya, Andropov membentuk Direktorat Kelima dalam KGB. Direktorat ini bekerja layaknya polisi rahasia masa Nikita Khrushchev dan Lavrenti Beria, dua pendahulu Andropov. Ia menunjuk Filipp Bobkov, mantan polisi rahasia, untuk mengepalai direktorat ini.
Begitu dilantik, Bobkov segera membentuk satuan-satuan tugas pengawasan warga sipil, mengintai kritikus pemerintah, merekrut informan, bahkan menggalang opini memojokkan mereka yang dicurigai sebagai pembangkang.
Dalam laporan tahunannya ke Politbiro pada 1967, Andropov membanggakan hasil kerja direktorat kelima ini yang telah menangkap ratusan terduga pembangkang dan ribuan selebaran anti-pemerintah.
Cara Satgasus, Cara Polisi Rahasia
Setali tiga uang, Satgasus juga memiliki berbagai lini kerja bukan sekadar penegakan hukum, melainkan juga mengawasi kelompok radikal, anti-pemerintah atau figur doyan mengkritik.
Sejak memasuki Pemilu 2019, Satgasus intens mengawasi figur atau kelompok yang dianggap berseberangan dengan pemerintah. Keleluasaan para personil Satgasus berasal dari surat perintah. Berkat surat ini, mereka bisa masuk kemana saja atas nama penegakan hukum.
Kerja yang dilakukan Satgasus bukan lagi kerja penegakan hukum. Melainkan sudah masuk ke dalam ranah politik partisan. Terbukti dari pengawasan intensif Satgasus terhadap figur atau kelompok yang sering mengkritik pemerintah. Walaupun pengawasan semacam ini sering ditutupi dengan alasan demi penegakan hukum. Namun, warga yang kritis atau jeli, tentu akan segera tahu bahwa langkah-langkah Satgasus adalah langkah-langkah politis.
Apalagi, patut diduga, Satgasus juga berjejaring pada para buzzer anti kritikus pemerintah. Para buzzer gencar memojokkan siapapun atau kelompok manapun yang berseberangan dengan pemerintah.
Dengan alasan kebebasan berpendapat, para buzzer leluasa menghina, mencela bahkan menyudutkan para kritikus. Ini menunjukkan bahwa buzzer bagian dari upaya menjaga keamanan dan stabilitas beriringan bersama Satgasus.
*(Peneliti Centre for Citizenship and Statecraft Studies, Universitas Airlangga, Surabaya)