WANHEARTNEWS.COM - Anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Medan, Siti Suciati menggugat. Tak tanggung-tanggung, pihak yang digugat adalah DPP Partai Gerindra, Mahkamah Partai Gerindra, DPD Partai Gerindra Sumatera Utara, dan DPC Partai Gerindra Kota Medan.
Gugatan tersebut tercatat di Pengadilan Negeri Medan dengan nomor perkara 696/Pdt.G/2022/PN Mdn. Berdasarkan data pada sistem informasi penelusuran perkara PN Medan disebutkan gugatan yang masuk dalam klasifikasi perkara Perbuatan Melawan Hukum tersebut didaftarkan pada 25 Agustus 2022 lalu. Sidang perdana sendiri akan digelar pada 27 September 2022 mendatang.
Munculnya gugatan ini disinyalir karena munculnya keputusan partai untuk melakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap Siti Suciati. Keputusan PAW tersebut menurut informasi yang dihimpun Kantor Berita RMOL Sumut sudah dikirim dari DPP Partai Gerindra dan sudah diterima oleh pihak DPC Partai Gerindra Kota Medan.
Ketua DPC Partai Gerindra Kota Medan, Ihwan Ritonga, sejauh ini belum membalas konfirmasi terkait persoalan ini.
Namun bagi kalangan pengamat, gugatan ini dinilai tidak tepat. Mengingat, keputusan PAW tersebut merupkaan ranah dari partai dan bukan peradilan umum.
“Partai tentu punya mekanisme PAW berdasarkan alasan yang sudah dipertimbangkan, untuk perkara Siti Suciati ini kabarnya sudah ada keputusan Mahkamah Partai Gerindra, jadi itu saja yang diproses jajaran ke bawahnya,” kata pengamat sosial politik yang juga Ketua Rembug Anak Deli (Radel) Kota Medan, OK Hafifuddin, Sabtu (24/9).
Meski demikian, Hafifuddin menilai cara yang ditempuh oleh Siti Suciati juga merupakan bagian dari upaya warga untuk membela dirinya.
“Ya, itu haknya sih. Tapi saya rasa hanya untuk mengulur waktu. Dalam beberapa kasus, apa yang ditempuh seperti yang dilakukan Siti Suciati ini tidak berhasil," sebut pria yang juga menjabat Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan Medan Deli itu.
"Salah satu contoh mutakhir adalah gugatan seorang anggota DPRD DKI Jakarta yang dipecat dan di-PAW partainya PSI (Partai Solidaritas Indonesia), oleh PN ditolak karena majelis hakim menyatakan tidak berwenang mengadili perkara tersebut,” tandasnya.
Sumber: RMOL