WANHEARTNEWS.COM - Kenaikan harga BBM jenis Pertalite dan Solar yang sudah diterapkan sejak 3 September lalu hingga kini belum memiliki regulasi soal pembatasan penjualan BBM subsidi.
Regulasi yang dimaksud yakni revisi Peraturan Presiden (Perpres) 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).
Namun demikian, hingga kini revisi Perpres tersebut tak kunjung diselesaikan. Hal ini memunculkan pertanyaan publik terkait keseriusan pemerintah soal pembatasan distribusi BBM subsidi.
Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, revisi Perpres penting dalam menghadapi persoalan kelebihan kuota dan penyaluran agar tepat sasaran.
Sebab dalam revisi perpres ini juga akan mengatur mengenai siapa saja yang berhak menenggak BBM bersubsidi.
"Saya bingung, di satu sisi pemerintah selalu menyampaikan keluh kesah subsidi kita berat, sudah Rp 502 triliun. Tapi di sisi lain upaya melakukan pembatasan melalui Perpres tak kunjung ditandatangani. Jadi ada semacam tarik ulur," ujar Mamit dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/9).
Jika revisi Perpres tak kunjung diselesaikan, ia khawatir stok BBM tidak akan mencukupi hingga akhir tahun ini.
Dalam rapat kerja bersama DPR RI medio Agustus lalu, pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut 86 persen BBM subsidi dinikmati masyarakat kategori mampu atau orang kaya. Padahal kompensasi subsidi telah ditingkatkan dari Rp 152 triliun menjadi Rp 502 triliun untuk tahun 2022.
Sumber: RMOL