WANHEARTNEWS.COM - Penurunan harga karet yang tidak terbendung membuat pabrik pengolahan karet di Sumatra Utara (Sumut) mengalami tekanan yang semakin berat. Ditambah lagi bahan baku juga semakin berkurang karena sebagian petani karet beralih ke pekerjaan lain yang dianggap lebih menguntungkan. Selama periode 2019-2022, ada tiga pabrik karet di Sumut yang tutup dan dua pabrik berhenti sementara.
Sejak awal Januari, harga karet memang sudah mulai mencatatkan penurunan. Pada 3 Januari, harga karet TSR20 di bursa berjangka Singapora (SGX) tercatat US$ 175,1 sen/kg. Harga karet pun cenderung turun hingga pada 9 Mei tercatat US155,8 sen/kg. Perdagangan hari selanjutnya memang mengalami peningkatan, namun harganya terjun bebas hingga awal September ini. Tercatat harganya kini hanya dibanderol US$133,3 sen/kg.
"Tingkatan harga saat ini sudah pada posisi rugi, tergantung jenis produsennnya. Bila produsennya adalah rakyat maka harga pokok produksinya berkisar US$2 sampai US$2,5/kg, tergantung besar kecilnya kepemilikan kebun. Sedangkan produsen dari perusahaan perkebunan berkisar US$1,1 sampai US$1,6/kg, juga tergantung besar kecilnya luas lahan kebun," kata Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumut, Edy Irwansyah, Jumat (2/9/2022).
Edy mengatakan, penurunan harga karet dipicu potensi kenaikan lebih lanjut suku bunga serta melemahnya ekonomi Cina. Selain itu ada juga kekhawatiran akan resesi global. Meski memang faktor Cina cukup dominan mengingat negara ini adalah konsumen karet nomor satu dunia. Merujuk pada data tahun 2021, tiga besar konsumen utama karet dunia adalah Cina sebesar 41,2%, lalu India sebesar 8,7% dan Amerika Serikat (AS) sebesar 6,7%.
Saat ini, kata Edy, buyer (pembeli) tertentu telah mengurangi dan ada yang berhenti sementara melakukan pembelian dari Sumut.
Secara internasional - ITRC (International Tripartite Rubber Council) sebagai stabilisator harga karet alam diharapkan dapat mengambil langkah-langkah untuk menahan penurunan harga karet. "Kalau dari dalam negeri, semoga pemerintah pusat memperhatikan petani karet," kata Edy. (mbd)