WANHEARTNEWS.COM - Sekretariat Bersama Prabowo-Jokowi mengajukan gugatan atau judicial review UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Gugatan itu diajukan pada Senin (19/9) dan tertera dalam Nomor 92/PUU/PAN.MK/AP3/09/2022.
Dalam permohonannya, Sekber Prabowo-Jokowi menggugat Pasal 169 huruf n. Pasal 169 mengatur syarat calon presiden dan wakil presiden.
Berikut bunyi dari Pasal 169 huruf n itu:
n. belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden , selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama
Mereka menjelaskan, Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang menggunakan kata sambung 'atau' sepanjang frasa 'Presiden atau Wakil Presiden', memberikan makna bahwa syarat memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali jabatan yang salah satunya pernah menjadi Presiden atau Wakil presiden yang sama baik dalam masa jabatan yang sama atau berbeda.
Hal itu membatasi masa jabatan calon Presiden dan Wakil Presiden, di antaranya karena dilatarbelakangi praktik ketatanegaraan di Indonesia yang selama berpuluh-puluh tahun tidak mengalami pergantian Presiden sehingga menciptakan pemerintahan dengan suasana otoriter dan kesewenang-wenangan.
Adanya Pasal 169 huruf n UU Pemilu yang menyatakan 'belum pernah' menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama memberikan keraguan terhadap Pasal 7 1945 yang menyatakan 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan'.
Keraguan tersebut mengakibatkan hak pemohon dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 terciderai sekaligus menimbulkan pertanyaan apakah seorang Presiden dapat mencalonkan diri lagi untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sesuai dengan Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945 namun dengan jabatan yang berbeda.
Oleh karena itu, sejalan dengan adagium hukum “ubi jus ibi remedium” atau “where there is a right there is a remedy”, sehingga apabila terdapat ketentuan atau norma dalam Undang-Undang yang dianggap menciderai hak seseorang, in casu hak konstitusional pemohon untuk dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan serta mendapatkan kepastian hukum atas keraguan terkait Pasal 169 huruf n di UU Pemilu terhadap Pasal 7 UUD 1945.
Atas dasar itu, pemohon meminta MK meninjau ulang Pasal 169 huruf n di UU Pemilu.
Dalam petitumnya, ada empat yang Sekber Prabowo-Jokowi inginkan dari MK.
Berikut empat petitum mereka:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Undang-Undang yang diajukan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan frasa “Presiden atau Wakil Presiden” pada Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 (conditionally unconstitutional), sepanjang tidak dimaknai “Pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang sama dalam satu masa jabatan yang sama”;
3. Menyatakan frasa “selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama pada jabatan yang sama” Pasal 169 Huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 (conditionally unconstitutional), sepanjang tidak dimaknai “berturut-turut”;
4. Memerintahkan untuk memuat amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan pemohon untuk dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia;
MK Periksa Dokumen Gugatan
Sementara MK masih melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen gugatan itu.
Pemeriksaan kelengkapan berdasarkan Pasal 16 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021).
Dalam hal Permohonan telah dicatat dalam e-BP3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Panitera melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan/atau Pasal 13.
Sumber: kumparan