WANHEARTNEWS.COM - Senior Partai Demokrat, Herman Khaeron menilai, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ingin mengadudomba Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Herman menanggapi serangan Hasto kepada SBY soal upaya kecurangan pemilu di 2024.
Herman mengatakan, Hasto ingin memecah belah hubungan antara Megawati dan SBY. Dia menuding, cerita Hasto justru tak sesuai dengan fakta.
"Hasto jangan mau pecah belah, jangan selalu ingin mecah belah antara Bu Mega dengan Pak SBY. Jangan terus membuat renggang, ini Hasto selalu membolak balik fakta saja," kata Herman, saat dihubungi merdeka.com, Minggu (18/9).
Herman menilai, apa yang disampaikan Hasto malah membuat masyarakat berpikir bahwa selama ini yang merancang agar jalannya pelaksanaan pemilu banyak kecurangan berasal dari pihak PDI Perjuangan.
Sebab, apa yang disampaikan SBY pada pidato di Rapimnas tentang skenario dua pasang calon, merupakan fakta yang terjadi di lapangan.
"Kritik-kritik itu bisa saja terjadi, apa yang disampaikan Pak SBY bahwa bisa terjadi pemilu yang tidak adil dan jujur karena ada potensi untuk hanya menggiring dua calon dan dua calon itu pun dari pihak mereka. Terus apa yang membuat Hasto membuat kemana-kemana berbicara tanpa arah? Jadi dalam pandangan saya Hasto selama ini membuat pecah belah," ujarnya.
Terlebih, kata Herman, apa yang diungkapkan Hasto soal kecurangan pada Pemilu 2019 hanya untuk memperlihatkan dirinya loyal terhadap partai berlambang kepala banteng tersebut. Padahal, yang terjadi Hasto ingin pecah belah.
"Untuk menunjukan bahwa Hasto loyal kepada korps nya padahal sebetulnya memecah belah. Karena tidak ada juga yang membuat tuduhan Hasto itu benar, tidak ada.Kalau potensi apa yang disebutkan Pak SBY ya potensi itu ada dan kasat mata semua orang juga tahu," tegas Herman.
"Justru menurut saya ini membenarkan dia bahwa selama ini mensetting begitu. Tapi ya selebihnya menurut saya upaya Hasto untuk seolah-olah dia loyal kepada korpsnya. Padahal itu sebetulnya memecah belah," sambungnya.
Dia pun meminta Hasto sebagai petinggi partai untuk menunjukkan sikap kenegarawanan. Dan tidak memecah belah antar partai politik.
"Ayolah dalam hidup berbangsa dan bernegara itu tunjukan sikap kenegarawan," imbuh Herman.
Sebelumnya, Hasto menyayangkan pernyataan SBY terkait tuduhan rencana kecurangan pada Pemilu 2024.
Sebelumnya diberitakan, Hasto mengungkit konstelasi Pemilu 2019. Kala itu, Demokrat ingin bergabung dengan koalisi petahana Jokowi bersama PDIP.
Pernyataan ini diungkap Hasto menanggapi pidato SBY yang menyebut ada upaya merancang skenario Pemilu 2024 hanya diikuti dua kontestan.
Hasto mengatakan, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, pada saat itu dengan tegas menyatakan tidak keberatan jika Demokrat bergabung dalam koalisi tersebut. Meskipun, publik mengetahui hubungan Megawati dan Ketua Dewan Pembina Demokrat SBY, tidak berjalan mulus.
"Kalau saya melihat ini sedikit cerita 2019 lalu, saat itu ketika Demokrat mau bergabung dengan pemerintahan Pak Jokowi, dilakukan banyak diskusi. Saya mendengar dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Ibu Mega tidak keberatan. Karena 2014 dengan 2019 berbeda," jata Hasto, dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Minggu (18/9).
"2014 Pak Jokowi belum jadi presiden dan 2019 Pak Jokowi sudah jadi presiden. Sehingga dalam menetapkan capres menjadi kewenangan penuh dari Pak Jokowi. Nah saat itu Ibu Mega sudah mengatakan tidak keberatan kalau Demokrat mau bergabung, selama itu keputusan dari Pak Jokowi," sambungnya.
Namun, setelah diskusi tersebut final, tiba-tiba Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melakukan pidato dan menyebut bahwa ada upaya penjegalan Demokrat bergabung dalam koalisi Jokowi. Karena ada salah satu ketua umum partai yang tidak setuju.
"Lalu saya sampaikan itu ada jejak rekamnya, saya sampaikan ke saudara Pak SBY, Pak Agus teman saya di Komisi VI DPR dulu. Dan Pak Agus saya sampaikan sikap PDIP tersebut monggo, Agus Hermanto sekiranya mau bergabung dengan pemerintahan Pak Jokowi lalu dilakukan lobi-lobi," ujarnya.
"Pak SBY melakukan lobi ke Gerindra melakukan lobi ke tempat Pak Jokowi dan kemudian tidak mengambil keputusan dan kemudian Pak SBY berpidato. Bahwa di dalam kerja sama itu tidak bisa bergabung, karena ada salah satu ketum partai yang keberatan," tambahnya.
Atas sikap Demokrat tersebut, Hasto yang pada saat itu mengetahui bagaimana kronologi kerja sama dalam pembentukan koalisi Jokowi di 2019 langsung membantah tudingan itu. Sebab, dia memiliki bukti kuat bahwa perihal ketidak beratan Megawati jika Demokrat bergabung.
"Saya langsung menyampaikan pada Pak Agus Hermanto yang notabene masih saudara Pak SBY mengingat di Demokrat masih banyak persaudaraan di dalam elit partainya, sudah saya sampaikan ke Pak Agus boleh saya cek itu. Ketika datang ke DPP. Tapi Pak SBY sendiri yang justru membatalkan secara sepihak," tegas Hasto.
Kendati demikian, Hasto mengungkapkan, Demokrat kemudian berubah pikiran dan kembali menawarkan diri untuk bergabung dalam koalisi. Akan tetapi, karena merasa porsi koalisi sudah cukup menstabilkan pemerintahan kelak, dan merasa Demokrat tidak teguh pada pendiriannya, akhirnya penawaran gabung tersebut ditolak.
"Baru pada malam hari jelang pendaftaran sekitar jam 8 malam, kami dapat info kalau Demokrat mau bergabung. Saya rapatkan dengan Sekjen ini sebelumnya Demokrat ingin gabung, kemudian menyatakan tidak. Tapi malam hari jelang pendaftaran dia mau gabung, saya tanyakan bagaiamna? Ternyata semua tidak sependapat. Karena koalisinya cukup menjamin stabilitas pemerintahan. Sehingga tidak jadi," ucapnya.
"Ada Golkar, ada PPP, akhirnya penawaran terakhir kita tolak. Sehingga penawaran tidak gabungnya Demokrat itu tidak ada penjegalan, tapi karena strategi yang salah," imbuh Hasto.
Isu jegal muncul saat hubungan Demokrat kian dekat dengan Anies Baswedan. Bahkan, sejumlah perwakilan daerah Partai Demokrat mendukung duet antara Gubernur DKI Jakarta itu dengan ketua umumnya, AHY.
SBY melalui pidatonya membuat pernyataan, jika ada sejumlah pihak yang tidak menghendaki hal itu terjadi. Sehingga terjadilah aksi jegal dengan membuat Pemilu Presiden 2024 hanya tercipta dua poros saja. Alhasil, keinginan duet Anies-AHY tidak punya kesempatan.
"Konon, akan diatur dalam Pemilihan Presiden nanti hanya diinginkan oleh mereka hanya dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka. Jahat bukan, menginjak-injak hak rakyat bukan?" kata SBY dalam video viral tersebut.
Sumber: merdeka