WANHEARTNEWS.COM - Fakta terbilang mencengangkan terungkap dalam sidang perdana pemeriksaan pokok perkara penganiayaan secara bersama-sama mengakibatkan tewasnya Hendra Syahputra oleh 6 terdakwa sesama tahanan di Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan.
Dua saksi penyidik dari Polrestabes Medan, yakni Habibi Cenderawasih dan Riki Suwanda yang dihadirkan JPU Pantun Marojahan Simbolon, Jumat (2/9/2022), di Ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan mengungkapkan, ada semacam 'tradisi' pengutipan uang terhadap tahanan sebesar Rp 5 juta yang dengan istilah uang kebersamaan.
"Atas perintah pimpinan, kami melakukan penyidikan atas kasus tewasnya tahanan bernama Hendra Syahputra di sel Blok G. Perintah Pak Kasat Reskrim, Yang Mulia. Korban waktu itu terkait kasus dugaan asusila. Kami kemudian melakukan interogasi terhadap para tahanan di Blok G dan membuka rekaman CCTV (kamera pengawas) yang ada di dalam sel beberapa hari sebelum korban diinformasikan meninggal di Rumah Sakit Bhayangkara Medan," urai Habibi menjawab pertanyaan hakim ketua Immanuel Tarigan.
Para terdakwa berjumlah total 8 orang (penuntutan terpisah) yang melakukan penganiayaan, yakni Bripka Andi Arpino, Yulisama Zebua, Tolib Siregar alias Randi, Nino Pratama Aritonang, Willy Sanjaya alias Aseng Kecil dan Hendra Siregar alias Jubal beberapa hari sebelum korban tewas, Selasa (23/11/2021) lalu, ada melakukan penganiayaan di dalam sel.
Termasuk dua terdakwa lainnya, yakni Aipda Leonardo Sinaga, ketika itu sebagai Kepala RTP Polrestabes Medan (masih di tahapan eksepsi berkas penuntutan terpisah) dan Hisarma Pancamotan Manalu sudah divonis 8 tahun penjara.
Di antaranya berupa pukulan, tendangan dan menggunakan alat berupa bola karet yang dibalut kain. Hendra Syahputra mengalami penganiayaan berulang kali beberapa hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
Menurut kedua saksi penyidik, kuat dugaan motif tewasnya korban di sel Blok G dikarenakan almarhum tidak menyanggupi 'tradisi' uang kebersamaan sesama tahanan.
Peran Bripka Andi Arvino (sebagai kepala kamar/sel-red) lainnya adalah memberikan fasilitas telepon seluler (ponsel) kepada korban.
Hendra Syahputra sempat berkomunikasi dengan adiknya meminta agar disediakan uang kebersamaan Rp 2 juta namun tidak bisa disanggupi.
"Izin Yang Mulia. Kami ingin penegasan dari saksi berdua. Artinya, ada yang mengkoordinir 'tradisi' uang kebersamaan terhadap tahanan?" cecar JPU dari Kejari Medan Pantun Marojahan Simbolon.
Kedua saksi penyidik kemudian mengatakan, kebetulan Aipda Leonard Sinaga yang pertama kali berkomunikasi dengan korban sebelum dimasukkan ke sel Blok G karena disangka melakukan tindak pidana asusila.
Mantan Ka RTP tersebut kemudian menginformasikan ke Bripka Andi Arpino selaku palkam dan para terdakwa lainnya untuk mengutip uang kebersamaan kepada almarhum Hendra Syahputra.
Ketika ditanya Intan Manullang, penasihat hukum (PH) keenam terdakwa dari Pos Bantuan Hukum (Posbakum) PN Medan, seandainya keluarga korban bisa menyanggupi Rp 2 juta kepada siapa uangnya akan diserahkan?
Baik Habibi Cenderawasih maupun Riki Suwanda mengaku tidak tahu. Yang pasti keluarga korban tidak menyanggupi permintaan uang kebersamaan.
Hakim ketua pun melanjutkan persidangan pekan depan guna mendengarkan keterangan saksi-saksi lainnya.
"Kalau misalnya nanti eksepsi terdakwa Leonardo Sinaga ditolak, tolong kesediaan bapak berdua hadir lagi di persidangan ini. Kalau eksepsinya diterima, tidak perlu datang lagi memberi kesaksian," pungkas Immanuel Tarigan.
Sebelumnya JPU Pantun Marojahan dalam dakwaan menguraikan, kedelapan terdakwa dijerat tindak pidana berlapis. Di antaranya secara bersama-sama melakukan penganiayaan mengakibatkan meninggalnya korban dan atau pidana pembunuhan berencana.
Peristiwa penganiayaan diperkirakan secara random periode November 2021 lalu. Korban akhirnya tewas di RS Bhayangkara Medan. Hasil visum, mati lemas karena perdarahan yang luas pada rongga kepala disertai retaknya dasar tulang tengkorak kepala akibat trauma tumpul. (Medan bisnis)