WANHEARTNEWS.COM - Bambang Tri Mulyono kembali mengungkapkan alasannya mengugat Presiden Jokowi perihal dugaan ijazah palsu. Ia mengaitkan gugatannya itu dengan utang negara.
Dia mengatakan, utang Indonesia bisa hilang atau tak berlaku lagi jika gugatannya itu dikabulkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Pasalnya, jika gugatannya berhasil, maka Jokowi tidak sah menduduki jabatan presiden yang diembannya sejak tahun 2014 silam.
"Kalau bisa kita buktikan bahwa ijazah Pak Jokowi itu palsu, maka dia otomatis tidak sah menjabat presiden sejak tahun 2014," ungkap Bambang Tri dalam konferensi persnya, Rabu (5/10/2022).
Jika jabatan Jokowi tidak sah, artinya Indonesia tidak mempunyai seorang presiden yang bisa mengambil keputusan menandatangani pinjaman ke sejumlah negara lain.
"Berarti utang-utang yang ditandatangani pemerintah ini, selama massa pemerintahan Presiden Jokowi tidak sah atau batal demi hukum. Itu artinya, kita bisa membebaskan anak-cucu dari beban utang itu," tegas penulis buku Jokowi Undercover ini.
Untuk diketahui, Kementerian Keuangan mencatat pada akhir Agustus 2022, utang negara mencapai Rp7.236,61 triliun.
Posisi utang tersebut diketahui naik Rp73 triliun dibandingkan dengan pada akhir Juli 2022 yang senilai Rp7.163 triliun.
Sebelumnya, Bambang Tri menggugat Presiden Jokowi karena diduga telah memalsukan ijazah SD, SMP, dan SMA saat proses pemilihan presiden tahun 2019 lalu.
Gugatan telah terdaftar pada Senin (3/10) dengan nomor perkara 592/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Klasifikasi perkara adalah perbuatan melawan hukum.
Dalam petitumnya, Bambang Tri meminta PN Jakarta Pusat menyatakan Presiden Jokowi telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) karena membuat keterangan palsu berupa ijazah SD, SMP, dan SMA atas nama Joko Widodo.
"Menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya," tulis poin pertama petitum penggugat dilansir dari situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakpus, dikutip Rabu (5/10).
Selain Jokowi, Bambang Tri juga menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat II, MPR (tergugat III), dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (tergugat IV).
Sumber: populis