WANHEARTNEWS.COM - JAKARTA- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan tersangka swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka (HT) selaku pihak pemberi dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
"Untuk merampungkan proses penyidikan perkara, tim penyidik menahan satu orang tersangka, yaitu HT selama 20 hari pertama terhitung mulai 3 Oktober 2022 sampai dengan 22 Oktober 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
KPK secara keseluruhan telah menetapkan 10 orang tersangka kasus tersebut, yakni sebagai penerima adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).
Sementara sebagai pemberi adalah Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno masing-masing selaku pengacara, serta dua pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana HT dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).
Adapun dari 10 tersangka tersebut, KPK belum menahan satu tersangka, yakni IDKS.
"Sedangkan bagi tersangka IDKS, KPK mengingatkan untuk kooperatif hadir sesuai dengan jadwal pemanggilan tim penyidik," ucap Ali.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa mulanya ada laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan HT dan IDKS dengan diwakili melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES.
Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada MA.
Pada tahun 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh HT dan IDKS dengan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.
Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.
Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.
KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
Sementara, terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS.
Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp2,2 miliar.
Kemudian oleh DY dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp100 juta, dan SD menerima sekitar sejumlah Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP.
Dengan adanya penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
Saat tim KPK melakukan tangkap tangan, dari DY ditemukan dan diamankan uang sejumlah sekitar 205 ribu dolar Singapura dan adanya penyerahan uang dari AB sejumlah sekitar Rp50 juta.
KPK juga menduga DY dan kawan-kawan menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di MA dan hal tersebut akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik. I tar