WANHEARTNEWS.COM - Penduduk setempat mendengar dengung mesin di atas kepala menjelang pukul 7 pagi waktu setempat di Kiev, Ukraina, pada Senin (17/10). Ketika mereka menengadah, sekelompok pesawat nirawak atau drone kamikaze terlihat melintasi langit menuju kota.
Drone kerap digunakan oleh kedua belah pihak dalam invasi Rusia ke Ukraina. Kendati demikian, serangan beruntun hari itu adalah serangan Rusia pertama yang mengerahkan kawanan drone. Pesawat tersebut terbang langsung di atas infrastruktur perkotaan.
Disadur dari Al Jazeera, sekitar 28 drone melesat antara pembangkit listrik, apartemen, dan rel kereta api ketika warga sipil dan tentara berusaha menembaknya jatuh di Kiev. Ketegangan menjalar seiring penduduk menebak-nebak arah puluhan drone tersebut.
Sara dengung pelan mesin, tembakan senjata, dan jeritan orang terdengar setiap drone menemukan dan menghantam sasarannya. Setelah serangan tersebut, sedikitnya empat warga sipil dilaporkan tewas ketika satu drone menabrak sebuah apartemen.
Pesawat nirawak ini dinamakan 'drone bunuh diri' karena hanya menyerang sekali dan tidak kembali. Ukraina meyakini, drone yang digunakan di wilayah udaranya adalah jenis Shahed-136 buatan Iran. Rusia tampaknya memborong 2.400 drone tersebut pada Agustus.
Drone Shahed-136 bukanlah teknologi kelas atas. Pesawat nirawak tersebut dibanderol seharga USD 20.000 (Rp 311 juta), sementara drone tradisional biasanya dijual sepuluh kali lipatnya.
Drone Shahed-136 pun membawa muatan bahan peledak yang jauh lebih kecil, yakni 35-40 kilogram. Harganya yang relatif rendah berarti drone ini dapat digunakan dalam jumlah besar. Mereka muncul dalam kawanan dan terbang rendah menghindari sistem pertahanan radar.
"Mereka relatif kecil, dan hanya sekali pakai. Mereka terbang menuju sesuatu dan kemudian meledak," papar seorang peneliti di Institute for the Study of War, Katherine Lawlor.'
"Penting untuk dicatat bahwa ini bukan jenis drone yang Anda lihat dalam konflik lain, seperti [drone RQ-1] Predator AS, yang jauh lebih mahal dan canggih. Drone ini adalah rudal yang efektif–mereka berkeliaran di tempat mencari target mereka," lanjut dia.
Ukraina menembak jatuh puluhan drone kamikaze dalam sepekan terakhir dan hampir seratus sejak pertama kali digunakan oleh Rusia.
Drone ini melayang-layang sebelum menerjang—memberikan efek psikologis terhadap penduduk sipil yang menonton dan menunggu serangan. Drone tersebut akan meledak saat menghantam target.
Walau ditembak jatuh pun, mereka akan meledak di udara hingga menyemburkan puing-puing yang berpotensi mematikan.
Munculnya kawanan drone di Ukraina menandai perubahan sifat ofensif Rusia. Sebagian berspekulasi bahwa Rusia mungkin kehabisan rudal jarak jauh. Pasukannya baru-baru ini mengintensifkan pengeboman udara di daerah perkotaan padat penduduk, seperti Kiev.
Analis menduga, strategi tersebut adalah upaya menurunkan moral penduduk dan pejuang, serta balasan atas serangan balik oleh pasukan Ukraina. Rusia meyakini, Ukraina mengebom jembatan yang menghubungkan wilayahnya dengan Semenanjung Krimea.
"Drone ini memungkinkan Rusia untuk menargetkan Ukraina jauh dari garis depan, jauh dari ruang pertempuran utama," ujar seorang peneliti dari European Council for Foreign Relations, Ulrike Franke.
"Tetapi ini bukan hanya taktik untuk menargetkan penduduk sipil dan infrastruktur. Ini juga tentang menguras pertahanan udara Ukraina. Setiap drone yang ditembak jatuh adalah tembakan lain dari sistem pertahanan Ukraina–baik orang atau senjata–yang tidak dapat digunakan untuk melawan sesuatu yang lain," tambah dia.
Strategi tersebut juga berpotensi menandakan tren yang lebih luas di luar konflik Rusia-Ukraina. Teknik menerbangkan kawanan drone telah teruji selama perang satu dekade di Suriah yang dilaporkan menyaksikan serangan drone kamikaze oleh Rusia dan Iran.
Negara-negara lainnya pun mulai memanfaatkan drone. Turki baru-baru ini menjual drone ke negara-negara yang terisolasi dari pasar militer internasional seperti Somalia, Nigeria, dan Albania.
Pasukan Ukraina sendiri mempersenjatai diri dengan drone Bayraktar buatan Turki bersama dengan drone Switchblade yang dipasok AS.
Tidak banyak negara yang dapat membeli drone mahal yang disukai negara-negara kekuatan ebsar Barat seperti AS. Alhasil, drone kamikaze yang lebih murah kemungkinan akan lebih diminati.
Anggota Pengawal Revolusi Iran bahkan dikabarkan telah dikerahkan ke pangkalan militer Semenanjung Krimea untuk membantu melatih tentara Rusia cara menggunakan drone buatannya.
Ada potensi dalam perkembangan drone untuk membuatnya terintegrasi dengan perangkat lain, serta lebih efektif, dinamis, dan presisi. Analis meyakini, drone akan menjadi masa depan peperangan.
"Ada banyak perdebatan di antara para ahli tentang apakah drone akan digunakan dalam pertempuran yang lebih maju, seperti potensi konflik AS-China," kata pakar dari Schar School of Policy and Government, Zachary Kallenborn.
"Contoh-contoh ini [di Ukraina] adalah bukti bahwa drone akan digunakan secara luas bahkan oleh kekuatan militer yang lebih maju," sambungnya.
Pasukan maupun penduduk sipil Ukraina pun tampaknya sudah beradaptasi dengan tantangan baru yang dihadirkan oleh kerumunan drone Rusia. Sambil menunggu pasokan rudal dan sistem pertahanan udara lainnya, perusahaan setempat bermitra dengan militer Ukraina.
Mereka mengembangkan aplikasi ponsel yang memungkinkan warga sipil untuk memasok data penargetan, ePPO Observer. Dengan memerhatikan laporan tentang penampakan pesawat dan rudal, pasukan dapat bergerak melawan musuh secara lebih efektif.
"Penggunaan kawanan drone ini dimaksudkan untuk memiliki efek psikologis di antara warga sipil Ukraina serta pengambil keputusan di lapangan," kata Lawlor.
"Tetapi tidak akan ada banyak yang berubah di garis depan," pungkasnya.
Sumber: kumparan