WANHEARTNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan melihat dunia sedang dalam masa perfect storm atau kondisi yang sangat tidak pasti. Seiring dengan memanasnya konflik Rusia-Ukraina, kata dia, harga energi menjadi terkerek tinggi dan tidak menentu.
Di sisi lain, dunia juga menghadapi ancaman krisis perubahan iklim. Luhut mengatakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi sudah mengingatkan agar Indonesia bersiap menghadapi kemungkinan terburuk dari beragam situasi ini.
“Saya ingin mengingatkan anything could happen dengan keadaan sekarang di Ukraina ini,” ujar dia dalam acara virtual Himpuni, Selasa, 25 Oktober 2022.
Luhut mengaku telah mendapatkan informasi soal kondisi kedua negara, yakni Rusia dan Ukraina, yang cukup sensitif. Informasi itu memuat situasi gejolak geopolitik yang menyebabkan Indonesia harus bersiap.
“Kita harus melakukan semua langkah-langkah yang terbaik hingga terjadi suatu hal yang paling tidak kita inginkan,” ucap Luhut.
Salah satu persiapan yang perlu dilakukan, kata luhut, adalah transisi menuju energi baru terbarukan atau EBT. Transisi ini akan menjadi bonggol pembahasan dalam Presidensi G20 Indonesia. Puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tersebut akan berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022. Selain itu dalam gelaran internasional ini, pemerintah akan merembuk mengenai karbon netral.
Luhut melanjutkan Indonesia adalah negara berkembang dengan populasi yang begitu besar. Luhut percaya semakin berkembang ekonomi suatu negara, makin besar pula kebutuhan energinya.
“Salah satu kebutuhan energi utama yang kita hari ini adalah dari sisi transportasi. Itu sebabnya di Bali kita upayakan nanti penggunaan sebanyak mungkin mobil dan sepeda motor listrik di semua event G20,” kata dia.
Senada dengan Luhut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia perlu berfokus mempercepat transisi energi dengan mengoptimalkan bauran energi baru terbarukan atau EBT. “Namun, transisi energi harus terjangkau dan dapat diakses oleh semua orang,” tutur dia.
Menurut Airlangga, Indonesia memiliki target net zero emission (NZE) atau nol emisi karbon pada 2060—bahkan lebih cepat. Dia berharap masyarakat mendukung komitmen tersebut agar target itu tidak meleset.
“Kami menyatakan lebih ambisius untuk pengurangan emisi dalam peningkatan terbaru yang diajukan NDC Indonesia, 31,89 persen melalui usaha kita sendiri dan 42,2 persen dengan dukungan atau bantuan internasional,” kata Airlangga.
Sejalan dengan transisi energi bersih di Indonesia, kata dia, industri harus percaya pada penelitian dan pengembangan serta akuisisi teknologi dan investasi. Sehingga, Indonesia dapat mengurangi gas rumah kaca dan menghindari kelaparan parah dan anomali cuaca di dunia.
Airlangga menyadari transisi energi memiliki tantangan dari sisi ekonomi karena tingginya kebutuhan investasi. Dengan demikian, transisi energi ini selain untuk mengurangi intensitas karbon, juga dapat menguntungkan bagi rumah tangga.
“Untuk mendukung tujuan tersebut, pemerintah telah menyiapkan beberapa skema termasuk di bidang carbon pricing and carbon trading,” ucap dia.
Sumber: tempo