WANHEARTNEWS.COM - Partai Nasional Demokrat atau NasDem resmi mengusung Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai Calon Presiden atau Capres 2024. Keputusan ini diumumkan langsung oleh Ketua Umum, Surya Paloh.
“Kenapa Anies? Jawabannya adalah why not the best?” kata Surya Paloh dalam pidatonya di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin, 3 Oktober 2022.
Surya Paloh mengatakan, sebelum mendeklarasikan Anies, dia telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Kata dia, Jokowi menyambut baik saat dirinya menerangkan partainya bakal mengusung Anies sebagai Capres 2024. “Beliau ucapkan, ya baik, bagus. Saya menghargai itu, saya pikir ini lebih dari cukup,” ujarnya.
Dulu Jokowi, Sekarang Anies Baswedan
Partai NasDem, bersama PDIP, merupakan partai yang mengusung Jokowi sebagai Capres 2014 Silam. Alasannya, menurut Surya Paloh dengan mendukung Jokowi sebagai Capres saat itu, pihaknya ingin memperkuat sistem pemerintahan presidensial. “Kami ingin memperkuat sistem pemerintahan presidensial,” kata dia di kantor NasDem, Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu, 12 April 2014 silam.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai NasDem saat itu, Akbar Faizal, mengatakan Capres dari PDIP, Jokowi, merupakan produk lokal. Pernyataan ini disampaikan untuk menampik sejumlah kabar Jokowi adalah sosok yang terintervensi kekuatan negara lain atau asing. “Justru alasan NasDem usung Jokowi karena dia produk asli dan lokal,” kata Akbar, Rabu, 30 April 2014.
Akbar menilai Jokowi yang saat itu merupakan Gubernur DKI Jakarta, adalah tokoh yang besar di daerah, tanpa ada campur tangan dan relasi dengan negara lain. Kiprahnya sebagai Wali Kota Solo juga tak berhubungan langsung dengan kepentingan asing. Menurutnya pengaruh asing justru lebih kental jika menjadi pejabat daerah di DKI Jakarta. “Dia saja di DKI Jakarta baru dua tahun, tak masuk akal kalau sudah dipengaruhi asing,” kata Akbar.
Isu intervensi asing dalam pencalonan Jokowi sebagai capres mulai berembus setelah pertemuan Gubernur DKI Jakarta itu bersama Megawati di rumah Jacob Soetojo. Di rumah Jacob yang terletak di kawasan Permata Hijau tersebut, Jokowi bertemu dengan sejumlah duta besar negara lain. Isu tersebut kemudian bergulir sebagai bentuk dukungan dan intervensi asing pada Jokowi.
Bahkan, pertemuan tersebut dimaknai sebagai sikap tunduk Jokowi pada kekuatan asing yang terwujud dari sosok duta besar. Salah satu efeknya adalah demonstrasi di kantor NasDem yang menuntut pencabutan dukungan terhadap PDIP dan Jokowi. “Kami dukung pemerintahan yang bebas intervensi asing. Kami dukung 1.000 persen. NasDem dan PDIP jamin pemerintahan Jokowi bebas asing,” kata Akbar.
Pada Jumat, 11 April 2014, Surya Paloh mengatakan partainya mempertimbangkan mengajukan Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden, sebagai calon wakil presiden atau Cawapres mendampingi Jokowi. Menurut Surya, Jokowi membutuhkan Cawapres yang cocok dan harus bisa menjaga harmonisasi hubungan di internal pemerintah sehingga tidak terjadi persoalan internal yang merugikan rakyat. “Tentu semua tidak ingin ada fenomena seperti kepala daerah yang tidak harmonis,” ujarnya.
Namun pada 30 April 2014, Partai Nasional Demokrat mengklaim tak ikut mengurusi dan memilih sosok Cawapres yang akan mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2014. Akbar Faizal mengklaim sejak awal NasDem memang tak mendapat mandat untuk ikut dalam proses penentuan tersebut. “Yang tahu hanya tiga, yaitu Megawati Soekarnoputri, Joko Widodo, dan Tuhan,” kata Akbar, Rabu, 30 April 2014.
Akbar Faizal memaparkan bahwa posisi NasDem dalam koalisi dengan PDIP adalah pengusung Jokowi. Sebagai pengusung, NasDem selalu berupaya memosisikan diri di belakang Jokowi dan Megawati. Sehingga NasDem menerima dan mendukung seluruh keputusan dua orang tersebut. “Kita tak pernah minta bagi-bagi kekuasaan,” katanya, kala itu.
Sumber: tempo