WANHEARTNEWS.COM - Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD masih menolak memberi penjelasan lebih rinci mengenai pernyataannya soal perilaku aparat yang menjadi pelindung bagi tambang ilegal. Mahfud enggan menjawab ketika berkali-kali dikonfirmasi mengenai isu tersebut.
Ditemui usai acara Anugerah Keterbukaan Informasi Publik yang digelar Komisi Informasi Pusat (KIP), Mahfud awalnya bersedia menjawab pertanyaan seputar acara. Tapi setelah itu Mahfud langsung pergi berlalu.
Mahfud menolak memberi jawaban dengan mengangkat tangan tanda memberi isyarat, ketika ditanya soal aparat pelindung tambang ilegal ini. Pertanyaan yang sama kembali dilontarkan, tapi Mahfud memilih menjawab seadanya.
"Tidak ada" kata dia saat ditemui di daerah Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu, 14 Desember 2022.
Sementara dalam acara Anugerah Keterbukaan Informasi Publik itu, Mahfud berpidato soal keterbukaan informasi. Ia mendorong akses informasi untuk mendukung keterbukaan informasi publik karena merupakan ciri dari sistem pemerintahan yang demokratis.
"Hak informasi harus diberikan ke setiap orang," kata dia. Ia pun menyerukan kepada badan publik bahwa menyembunyikan informasi publik yang harus dibuka tidak akan menguntungkan karena media sosial sekarang bisa sangat cepat menemukan fakta. "Lebih baik terbuka sedari awal," kata dia.
Beking Aparat
Sebelum Mahfud Md menyebut soal beking tambang dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Satgas Saber Pungli di Jakarta, Selasa kemarin, 13 Desember 2022. Dia menyatakan aparat sulit mengungkap kasus tambang ilegal karena adanya unsur senioritas.
"Belum lagi ada beking-bekingan, aparat yang membeking suatu tambang. Kita tidak bisa selesaikan karena senior yang membeking," ujar Mahfud, dalam acara yang ditayangkan di saluran Youtube kementerian.
Dia menyebut, ada aparat yang membekingi penarikan pungutan di sebuah kompleks penduduk sehingga tidak ada yang berani mengambil tindakan. "Kita harus membuat batas, tindakan apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi ini," kata Mahfud.
Lebih lanjut, dia menjelaskan tentang perizinan usaha pertambangan serta hak pengusahaan hutan (HPH) yang dapat merugikan negara. Kendati demikian, perizinan itu tetap diberikan secara sah, yang membuat pemerintah harus menunggu hingga masanya habis.
"Kalau kita langsung cabut tidak boleh, itu melanggar hukum. Sehingga menyebabkan banyak sekali masalah yang dulu dikontrakkan dengan cara yang kolutif," katanya menjelaskan.
Dia mengutarakan perizinan PT Freeport yang diperpanjang 10 tahun oleh pemerintah sebelumnya, sebelum masa izinnya habis. "Ketika izin habis, mau dicabut oleh pemerintah, tidak ada yang tahu 10 tahun sebelumnya kalau izinnya diperpanjang. Hal ini membuat kita harus menunggu sampai habis pada 2016," katanya mengungkapkan.
Sumber: tempo