WANHEARTNEWS.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi bisa dimakzulkan lantaran kerap melanggar hukum dan konstitusi.
Puncaknya, Jokowi dianggap melanggar dalam pembuatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
Jimly melihat peran MK serta DPR RI diabaikan dalam pembuatan Perppu Cipta Kerja. Bukannya contoh dari rule of law atau negara harus diperintah oleh hukum yang baik, lahirnya Perppu Cipta Kerja justru menjadi contoh produk hukum untuk kepentingan kekuasaan atau rule by law.
Semisal DPR RI bisa mengambil sikap seperti saat memunculkan wacana penerapan sistem pemilu proporsional tertutup, menurutnya bisa saja parlemen memakzulkan atau impeachment Presiden Jokowi.
"Bisa saja kasus pelanggaran hukum dan konstitusi yang sudah berkali-kali dilakukan oleh Presiden Jokowi dapat diarahkan untuk impeachment," kata Jimly dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/1/2023).
Hal tersebut disampaikan Jimly karena ia menilai semestinya pemerintah bisa menindaklanjuti putusan MK yang menyebut kalau UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Pembuat undang-undang diharuskan melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dalam kurun waktu dua tahun hingga November 2023. Menurutnya tidak sulit bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan.
"Susun saja UU baru dalam waktu 7 bulan sekaligus memperbaiki substansi materi pasal-pasal dan ayat-ayat yang dipersoalkan di tengah masyarakat dengan sekaligus membuka ruang partisipasi publik yang meaningful dan sustansial sesuai amar putusan," terangnya.
Dalam sejarahnya memang belum ada presiden Indonesia yang dimakzulkan secara konstitusi. Presiden Soekarno, Presiden Soeharto dan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dimakzulkan secara politik.
Soekarno dimakzulkan pasca adanya prahara 1965. Presiden Soeharto lengser setelah krisis ekonomi pada 1998 dan Gus Dur sempat mengeluarkan dekrit presiden usai terjadi huru-hara politik pada masa kepemimpinannya.
Seorang presiden bisa dimakzulkan secara konstitusi apabila melanggar undang-undang, berganti kewarganegaraan hingga melakukan tindak pidana.
Sumber: suara