Mantan perdana menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad menuduh PM Anwar Ibrahim sebagai diktator. Pernyataan tersebut keluar setelah pertemuan pro-Melayu dibatalkan.
Meski menyebut tidak memiliki bukti bahwa Anwar berada di balik pembatalan mendadak unjuk rasa solidaritas Melayu, Mahathir mengatakan PM telah menunjukkan intoleransi terhadap kebebasan berbicara dengan menyerang oposisi dan para pengkritiknya.
"Dari pidatonya melawan saya, saya yakin dia berada di balik larangan ini untuk mencoba menutup mulut orang yang ingin mengatakan yang sebenarnya," kata Mahathir dalam konferensi pers, dikutip dari The Straits Times, Senin (20/3/2023).
"Hanya diktator yang tidak mengizinkan orang mengkritik pemerintah."
Sekretariat Proklamasi Orang Melayu (Sekretariat Proklamasi Rakyat Melayu) dilaporkan terpaksa membatalkan acara hari Minggu (19/3/2023) setelah beberapa lokasi, termasuk sebuah hotel di dekat Menara Kembar Petronas, membatalkan pemesanannya.
Mahathir dijadwalkan untuk menghadiri pertemuan tersebut, yang menurutnya akan dihadiri oleh sekitar 2.000 peserta.
"Saya tidak mengerti mengapa pemerintah begitu takut pada orang Melayu sehingga mereka tidak mengizinkan kami berkumpul. Kami telah mencoba empat tempat tetapi tidak berhasil. Pertemuan itu tampaknya rasis. Sebenarnya ketika Anda memblokir satu ras, Andalah yang rasis. Pemerintah yang rasis," katanya.
Mahathir mengatakan bahwa selama gerakan Reformasi, pendukung pro-Anwar secara teratur mengadakan protes, tetapi acara yang direncanakan pada hari Minggu tidak dimaksudkan untuk menjadi agresif.
"Pers disensor. Tidak ada hal buruk tentang pemerintah yang dapat dicetak," tuduh Mahathir.
Tanpa menyebut nama, Anwar mengatakan pada bahwa para pemimpin putus asa yang telah kehilangan kekuasaan memanipulasi isu-isu sensitif.
"Mereka yang mempermainkan isu ras dan agama, memecah belah masyarakat dan menghasut kekerasan, saya akan mengambil tindakan tegas," katanya seperti dikutip harian The Star.
Jumat lalu, Anwar telah memerintahkan pasukan keamanan untuk waspada terhadap mereka yang mengobarkan retorika rasial dan agama. Perintah muncul menjelang konvensi nasionalis Melayu yang direncanakan pada Minggu.
Selama masa jabatan pertamanya sebagai PM Malaysia, Mahathir sempat dicap sebagai diktator oleh para pendukung Anwar.
Pemecatan Anwar sebagai wakil perdana menteri pada tahun 1998 oleh Mahathir dan pemenjaraan berikutnya menyebabkan munculnya gerakan Reformasi, dengan para pendukung Anwar menyebut Mahathir mahafiraun (firaun besar) dan mahazalim (penindas besar).
Pria berusia 97 tahun itu menjabat sebagai perdana menteri dua kali, dari 1981 hingga 2003 dan dari 2018 hingga 2020, serta mengundurkan diri dua kali.
Dia kehilangan kursi parlemen Langkawi dalam pemilihan umum 2022, berada di urutan keempat, di belakang kandidat dari Perikatan Nasional, Barisan Nasional dan Pakatan Harapan, serta memperoleh kurang dari 10 persen suara. Ini adalah kekalahan pertamanya dalam pemilihan parlemen Malaysia sejak dia kalah pada tahun 1969.
Mahathir, PM terlama dalam sejarah Malaysia, baru-baru ini juga keluar dari partai Pejuang. Dia membentuknya setelah diusir dari Parti Pribumi Bersatu Malaysia, yang dia dirikan bersama mantan perdana menteri Muhyiddin Yassin. "Gerakan Sheraton" yang terkenal terakhir menggulingkan pemerintahan Mahathir kedua pada tahun 2020.
Sumber: cnbc
Foto: Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad (AP Photo/Wason Wanichakorn)