Kepolisian Israel meluncurkan serangan terhadap umat Muslim Palestina yang
sedang beribadah di Masjid Al-Aqsa selama dua hari berturut-turut pada pekan
ini.
Pasukan penjajah ini melempar granat kejut, menembakkan peluru karet dan
meriam air guna membubarkan ratusan jemaah yang berada di sana.
Lantas, apa sebenarnya alasan pasukan Zionis melakukan kekerasan itu?
Sebenarnya, kekerasan acap kali berlangsung di kompleks Masjid Al-Aqsa pada
hari-hari besar keagamaan umat Islam dan Yahudi. Situasi serupa terjadi di
bulan ini, Ramadhan dan liburan hari raya Paskah Yahudi bertepatan di bulan
yang sama.
Masjid Al-Aqsa atau yang disebut sebagai Temple Mount bagi orang Yahudi ini
adalah situs sensitif, lantaran merupakan situs paling suci bagi pemeluk
agama Yahudi dan masjid suci ketiga bagi umat Islam setelah Masjidil Haram
dan Masjid Nabawi.
Dikutip dari Associated Press, sejak bulan suci Ramadhan dimulai pada 22
Maret lalu puluhan jemaah Muslim Palestina telah berulang kali mencoba untuk
iktikaf di Masjid Al-Aqsa, ibadah yang biasanya dilakukan pada bulan
Ramadhan—utamanya pada 10 hari terakhir.
Polisi Israel pun kerap masuk ke dalam Masjid Al-Aqsa setiap malam untuk
mengusir para jemaah yang masih berada di sana hingga larut malam.
Duduk Perkara
Adapun konflik kembali pecah pada Selasa (4/4) malam waktu setempat, usai
sekitar 80 ribu jemaah Palestina melaksanakan salat Tarawih di Masjid
Al-Aqsa.
Ketika salat Tarawih sudah selesai, ratusan orang Palestina tetap ingin
berada di sana dan mengunci diri mereka di dalam masjid untuk melakukan
iktikaf.
Beberapa jemaah mengatakan, penguncian itu dilakukan lantaran mereka ingin
beribadah dengan tenang, sekaligus untuk memastikan umat Yahudi tidak
melakukan tradisi kurban Paskah di area Masjid Al-Aqsa secara diam-diam.
Sebelumnya pada awal pekan ini, terdapat seruan dari kelompok Yahudi garis
keras yang berencana untuk kembali melakukan kurban Paskah di area kompleks
masjid, seperti yang sempat dilakukan dahulu, meski kala itu berujung pada
kekerasan pula.
Lebih lanjut, ratusan jemaah yang mengunci diri di dalam Masjid Al-Aqsa
enggan untuk keluar hingga mengakibatkan pasukan keamanan Israel mendobrak
pintu, memaksa masuk. Di sinilah kekerasan bermula dan bentrokan terjadi.
Dalam keterangannya, kepolisian Israel mengaku menerima laporan adanya
beberapa pemuda bermasker yang membawa kembang api, tongkat, hingga batu ke
dalam Masjid Al-Aqsa.
Para pemuda ini meneriakkan caci maki kepada pasukan Israel dan mengunci
pintu — mereka pun dianggap berbahaya.
“Setelah upaya yang panjang dan berulang-ulang untuk mengeluarkan mereka
dengan cara berbicara namun tidak berhasil, pasukan polisi terpaksa masuk ke
dalam kompleks,” jelas laporan kepolisian Israel.
Hal itu dibenarkan oleh salah seorang pemuda bernama Moayad Abu Mayaleh (23
tahun). Dia mengatakan, pintu masuk sengaja diblokir oleh ratusan orang
lainnya untuk mencegah polisi Israel masuk sebelum mereka mendobrak pintu.
“Kami tidak bisa membiarkan mereka lolos,” ujar Mayalesh, seraya meneriakkan
cacian kepada kepolisian Israel.
Secara terpisah, pasukan Israel mengaku bentrokan tak terelakkan ketika para
pemuda yang dimaksud mulai melakukan kekerasan.
“Puluhan remaja yang melanggar hukum telah memicu kekacauan, melemparkan
batu dan benda-benda lain ke arah petugas dan memaksa polisi bertindak untuk
memulihkan keamanan, hukum dan ketertiban,” jelasnya.
Palestinians arrested inside of the Al Aqsa Mosque.
— Khaled Beydoun (@KhaledBeydoun) April 4, 2023
Minutes after making their Ramadan prayers. pic.twitter.com/QiGCkHVbGV
Imbas dari bentrokan itu melukai sedikitnya 50 orang dan polisi Israel
mengaku secara keseluruhan telah menangkap 450 orang. Menurut pengacara yang
mewakili beberapa warga Palestina di sana, Khaled Zabarqa, sebagian besar
warganya yang ditangkap telah dibebaskan dari tahanan sore harinya.
mengaku secara keseluruhan telah menangkap 450 orang. Menurut pengacara yang
mewakili beberapa warga Palestina di sana, Khaled Zabarqa, sebagian besar
warganya yang ditangkap telah dibebaskan dari tahanan sore harinya.
Namun, Zabarqa mengatakan sekitar 50 warga Palestina — banyak dari mereka
yang berasal dari Tepi Barat, masih ditahan dan harus menghadiri sidang di
pengadilan militer Ofer pada Jumat (7/4) pekan ini.
Kerusuhan di Masjid Al-Aqsa kembali terjadi keesokan harinya, pada Rabu
(5/4). Meski tidak begitu parah, tetapi situasi sama panasnya — pasukan
Israel kembali menyerbu jemaah Palestina yang sedang beribadah di sana.
Dilempari Benda oleh Warga Palestina
Dalam pernyataannya, polisi Israel mengatakan penyerbuan itu dilakukan guna
membubarkan massa, lantaran jemaah Palestina telah melanggar aturan dengan
cara melemparkan berbagai benda ke arah polisi.
Adapun perlawanan dari jemaah Palestina karena mereka menentang pembatasan
beribadah dan kunjungan ke Masjid Al-Aqsa yang diterapkan oleh pasukan
Israel.
Israel membatasi kunjungan ke masjid hingga pukul 21.00 waktu setempat dan
baru membolehkan iktikaf pada 10 hari terakhir Ramadhan.
Menurut otoritas pengelola Masjid Al-Aqsa, Waqf, serangan dari jemaah
Palestina kemudian dibalas oleh tembakan peluru karet dan granat kejut oleh
Israel.
Tim medis Bulan Sabit Merah Palestina menyebut, enam orang terluka akibat
kekerasan terbaru. Di sisi lain, militan Palestina di Jalur Gaza menanggapi
serangan di Masjid Al-Aqsa dengan menembakkan rudal ke arah Israel —
sehingga menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya pertempuran yang lebih
luas dan lama.
Polisi Israel menangkap warga Palestina di kompleks Masjid Al-Aqsa setelah
penggerebekan di situs di
Secara tradisi, meski merupakan situs suci utama bagi umat Yahudi, tetapi
mereka tidak menggunakan Temple Mount sebagai tempat beribadah. Kepala Rabbi
Israel juga melarang orang Yahudi memasuki situs tersebut dengan alasan
agama.
Penyelewengan Status Quo
Sejak perang 1967, ada aturan status quo antara Israel, Palestina, dan
Yordania yang melarang nonmuslim beribadah di sana. Orang nonmuslim hanya
dapat mengunjungi kompleks Al-Haram al-Sharif di waktu-waktu tertentu saja.
Meski demikian, semakin banyak orang Yahudi garis keras yang tidak
menggubris larangan itu — diperburuk dengan minimnya pengawasan serta
tindakan tegas dari aparat keamanan sekitar.
Penyelewengan status quo pun semakin tak terhindarkan di bawah kepemimpinan
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan jajaran sayap kanannya yang merupakan
sosok Yahudi ultranasionalis.
Netanyahu memandang para jemaah yang mengunci diri di Masjid Al-Aqsa
merupakan kelompok Islam ekstremis yang kerap menimbulkan kerusuhan.
Foto: Polisi Perbatasan Israel dikerahkan di dekat Gerbang Damaskus ke Kota
Tua Yerusalem selama penggerebekan oleh polisi di kompleks Masjid Al-Aqsa,
Rabu (5/4/2023). Foto: Mahmoud Illean/AP Photo