Rencana pembentukan Koalisi Kebangsaan atau Koalisi Besar dianggap tidak tahu malu. Ini lantaran mayoritas partai politik (parpol) yang bergabung merupakan pendukung pemerintahan Joko Widodo yang telah gagal mewujudkan cita-cita bangsa dan negara.
Di mana, Koalisi Kebangsaan tersebut sedianya akan terdiri dari gabungan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Artinya koalisi ini dihuni oleh 5 partai, yaitu Partai Golkar, PAN, PPP, Partai Gerindra, dan PKB.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun mengatakan, secara faktual Koalisi Besar berisi parpol yang selama ini mendukung pemerintah hingga 80 persen lebih anggota DPR. Itu berarti mereka turut mendukung pemerintah yang telah gagal membawa bangsa dan negara ini menuju cita-cita atau tujuan bernegara.
"Sebab yang terjadi justru menumpuk banyak masalah besar yang membahayakan masa depan negara," ujar Ubedilah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (9/4).
Ubedilah pun merinci sebagian masalah besar yang terjadi di rezim Jokowi. Misalnya, masalah utang yang sudah semakin mengkhawatirkan lebih dari Rp 7.700 triliun. Masalah korupsi yang semakin parah dan merajalela dengan indeks jeblok di angka 34.
Selanjutnya kata Ubedilah, masalah kemiskinan dan pengangguran yang terus bertambah, bahkan 59 persen pengangguran di Indonesia adalah anak muda.
"Rusaknya aparat penegak hukum melalui terbongkarnya kasus Sambo dan kasus Tedy Minahasa yang membuat merosotnya kepercayaan publik pada kepolisian pada titik yang terendah. Termasuk merosotnya kepercayaan publik pada birokrasi pemerintah dengan terbongkarnya kasus Rafael Alun. Hingga kejahatan pencucian uang sebesar Rp 349 triliun," kata Ubedilah.
Itu semua, sambungnya, merupakan sebagian masalah besar yang terjadi di pemerintahan saat ini. Belum lagi, jika bicara soal penguasaan tanah dan lainnya.
“Jadi jika mereka tidak bertaubat dan masih terus berkoalisi untuk sebuah persekongkolan yang nihil spirit perubahan, nihil gagasan-gagasan perbaikan, itu tandanya tidak tahu malu. Etika politik atau moralitas politik telah hilang di jiwa mereka,” tutupnya.
Sumber: rmol
Foto: Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun/Net