Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Garnasih, berbicara mengenai dana mencurigakan sebesar Rp 349 triliun di lingkungan Kemenkeu. Ia mengaku heran mengapa Menkeu Sri Mulyani tak tahu ada laporan hasil analisa (LHA) PPATK yang diberikan kepada anak buahnya terkait polemik tersebut.
"Kenapa sampai Menteri Keuangan tidak tahu bahwa ada LHA kepada anak buahnya? Ini pasti ada sistem tidak bergerak. Ada sistem yang Pak Mahfud sendiri menyampaikan bahwa Ibu Menkeu tidak tahu. Ini menurut saya sesuatu yang sangat memalukan," kata Yenti dalam RDPU bersama komisi III di Gedung DPR, Senayan, Kamis (6/4).
Menurut Yenti, seseorang yang tidak melaporkan LHA PPATK terkait dana mencurigakan melawan hukum. Ia menyebut hal itu tindakan yang tidak profesional.
"Yah sampai negara kita ini ada fenomena bahwa ternyata tidak tahu, tidak disampaikan dan orang yang tidak menyampaikan itu tentu adalah satu bentuk kegiatan yang ilegal yang melawan hukum yang tidak sesuai dengan bahwa mereka itu adalah pelayan publik," ujar Yenti.
"Jadi ada masalah pelayanan publik yang tidak proper, tidak penuh dengan integrity dan tidak profesional," lanjutnya.
Lebih lanjut, Yenti mengatakan tindak pidana pencucian uang (TPPU) merupakan modus baru untuk menyamarkan transaksi seseorang. Dengan modus itu, kerugian yang dialami tidak meninggalkan jejak.
"Money laundry, selain new crime, adalah new strategy, strategi baru untuk memberantas semua kejahatan-kejahatan asal yang ada di Pasal 2 Ayat 1 ada 25 jenis kejahatan asal," kata Yenti.
"Apalagi kalau white collar crimes tidak terasa ruginya di mana, tidak terasa tidak tahu tidak ada tanda-tanda atau bahkan tidak meninggalkan jejak tetapi itu bisa diungkap dengan tidak memasuki dulu kebijakan asalnya tapi lewat TPPU-nya yaitu caranya apa antara lain dari laporan LHA atau dari LHKPN," tandas Yenti.
Beberapa waktu lalu, Mahfud mengungkap ada laporan hasil analisis yang disampaikan oleh PPATK ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tak sampai ke tangan Sri Mulyani selaku menteri. Laporan tersebut terkait 15 entitas yang melakukan transaksi janggal hingga Rp 189 triliun.
"Penjelasan Bu Srimul karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah," kata Mahfud dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Rabu (29/3).
Mahfud tak menjelaskan data kekeliruan apa yang sempat disampaikan oleh Sri Mulyani. Termasuk siapa yang menutup akses yang dimaksud.
Sumber: kumparan
Foto: Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yenti Garnasih/Net