WANHEARTNEWS.COM - Aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold, dinilai sebagai satu ketetapan yang menciderai demokrasi.
Hal tersebut disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (Infus) Gde Siriana Yusuf, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (2/5).
"Aturan ini bukti bahwa politik milik elite semata bukan milik bersama," ujar Gde Siriana.
Ia menjelaskan, aturan main pencalonan presiden yang diberlakukan kembali pada Pilpres 2024, adalah bukti demokrasi tidak berjalan sesuai kehendak rakyat.
"Threshold telah menyebabkan parpol lebih sibuk berkoalisi daripada mengelaborasi kadernya sebagai capres/cawapres," tuturnya.
Menurut Gde Siriana, UUD 1945 mengamanatkan kepada parpol melakukan rekrutmen capres/cawapres, bukan justru memilih secara instan.
"Tapi kini, parpol lebih suka ikut dalam gerbong capres yang punya probabilitas menang dan siapa yang mau kasih mahar threshold tertinggi," keluhnya.
"Ini mengkonfirmasi bahwa Parpol gagal membangun kaderisasi calon-calon pimpinan nasional," demikian Gde Siriana menambahkan.
Sumber: RMOL