WANHEARTNEWS.COM - Sikap politis yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang Pemilu 2024 dinilai berlebihan. Apalagi, kepala negara ikut mengendorse calon Presiden tertentu yang akan berkontestasi pada hajatan demokrasi lima tahunan.
Turut hadir dalam diskusi ini tersebut antara lain Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek dan Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengikuti secara virtual. Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang Pemilu 2024 dinilai berlebihan. Apalagi, kepala negara ikut mengendorse calon Presiden tertentu yang akan berkontestasi pada hajatan demokrasi lima tahunan.
Demikian disampaikan Founder Lembaga Survei Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio dalam diskusi publik bertajuk “OTW 2024: Adu Ampuh Rencana Istana vs Rencana Rakyat” di Jalan K.H. Wahid Hasyim No.91, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (3/5).
“Ini menjadi penting, kenapa? karena mungkin baru kali ini Presiden ikut cawe-cawe secara langsung pada Pemilu 2024. Istana terlalu cawe-cawe menurut saya,” sesal pria yang akrab disapa Hensat itu.
Menurut dia, Presiden yang membawahi aparatur pemerintah lainnya harusnya bersikap objektif dan menjadi penengah dalam kontestasi Pemilu 2024.
Hal itu, kata Hensat, akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah itu sendiri yang menjadi penyelenggara pemilu.
“Presiden itu kan punya aparat, nah kalau aparatnya menerjemahkan berbeda endorsment-endorsment itu, itu jadi tidak baik buat pemilunya!” pungkasnya.
Demikian disampaikan Founder Lembaga Survei Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) Hendri Satrio dalam diskusi publik bertajuk “OTW 2024: Adu Ampuh Rencana Istana vs Rencana Rakyat” di Jalan K.H. Wahid Hasyim No.91, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu (3/5).
“Ini menjadi penting, kenapa? karena mungkin baru kali ini Presiden ikut cawe-cawe secara langsung pada Pemilu 2024. Istana terlalu cawe-cawe menurut saya,” sesal pria yang akrab disapa Hensat itu.
Menurut dia, Presiden yang membawahi aparatur pemerintah lainnya harusnya bersikap objektif dan menjadi penengah dalam kontestasi Pemilu 2024.
Hal itu, kata Hensat, akan menjadi preseden buruk bagi pemerintah itu sendiri yang menjadi penyelenggara pemilu.
“Presiden itu kan punya aparat, nah kalau aparatnya menerjemahkan berbeda endorsment-endorsment itu, itu jadi tidak baik buat pemilunya!” pungkasnya.
Turut hadir dalam diskusi ini tersebut antara lain Politisi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu, Ketua BEM Universitas Indonesia (UI) Melki Sedek dan Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana mengikuti secara virtual.
Sumber: suara