Oleh: Damai Hari Lubis
Tim Hukum AREA FOR RI 1 Relawan Anies Baswedan
Sebuah Tipuan Kolektif Kolegial dari Kubu yang Ingin Barrier Melawan Kebenaran atau Proses Melawan Tuhan
Kader Partai Golkar dikenal sebagai partai para politisi handal, punya banyak stok pola atau metode permainan cantik, karena rata-rata kadernya sarat pengalaman di berbagai organisasi kemasyarakatan dan atau perhimpunan massa, contoh: Kosgoro, MKGR, AMPI, Warga Jaya dan lainnya yang umumnya merupakan afiliasi atau under bow mereka.
Golkar merupakan organisasi politik tanah air yang eksis sejak jaman Orla sehingga Para kadernya sarat jam terbang dikancah sosial dan politik. Lalu faktor pengalaman, membuat Golkar piawai menemukan serta mendapatkan solusi pada setiap momentum prahara atau dilema politik.
Sehingga Golkar menjadikan partai dan banyak kadernya selalu mendapat posisi yang cukup elegan di gelanggang perpolitikan tanah air, atau setidaknya menjadikan Golkar sebagai salah satu kunci penentu yang terlibat atau dilibatkan ditengah pusaran lawan politik maupun kelompok partai politik yang paralel, Golkar akan ikut merumuskankan dan mengemas sesuatunya demi pencapaian target politik secara maksimal dan kondisional.
Hal ini nampak setelah Golkar cs ditinggal oleh Jokowi, "sang pemilik kekuasaan", oleh karena jabatan selaku Presiden RI maka Jokowi, pada Minggu, 2 April 2023, diundang hadir di Mampang, Jakarta Selatan, untuk memberi dukungan pembentukan Koalisi Partai-Partai (Koalisi Besar /Koalisi Gemuk yang terdiri dari Gerindra, Golkar, PAN, PKB & PPP). Gabungan antara Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dengan Koalisi Indonesia Baru (KIB). KKIR adalah koalisi Gerindra-PKB, sementara KIB merupakan gabungan Golkar-PAN-PPP. Kedua koalisi terbentuk sebagai dinamika jelang pemilu 2024 yang menurut info pembentukan koalisi partai-partai itu berencana akan mengusung Prabowo Subianto menjadi Bakal Capres di 2024 dan info Zulhas, bahwa, "eksistensi Koalisi Gemuk ini dikendailikan oleh Jokowi".
Namun tidak terlalu lama Jokowi menjauh dari Koalisi Gemuk, ia kembali ke "Kandang Banteng" PDIP basis historis pijakan politik Jokowi. Jokowi merubah dukungan politiknya dari Prabowo Subianto, pindah mengusung Ganjar Pranowo, untuk Bakal Capres di 2024. Adapun alasan Jokowi, pindah dukungan, cukup sederhana, "karena dirinya adalah sebagai anggota dan petugas partai", maka dia harus mematuhi dan tunduk terhadap isi Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Megawati, Ketum PDIP Pada Jumat, 22 April 2023 di Batu Tulis, Bogor, yang isinya menobatkan dan menugaskan Ganjar, selaku anggota partai untuk ditugaskan menjadi bakal Capres 2024.
Maka Airlangga Hartarto, selaku Ketua Umum induk piawai para senioren Golkar, langsung manuver dengan pola silaturahmi politik santun serta dengan aroma ke-nusantara-an kepada Partai Demokrat, dan menemui SBY, salah seorang "Sang Maestro Politik Netral".
Dibalik misi Airlangga bersilaturahim ke SBY merupakan hal yang tidak terlepas dari kepentingan politik individu partai Golkar yang dipimpinnya agar tetap eksis, selain bermuatan "titipan politik tipu daya kolektif dan kolegial", karena selain ingin menyelamatkan diri pribadinya (Airlangga), juga membawa misi keselamatan para individu kolega-nya, yaitu sederet Nama Para Tokoh Pucuk Pimpinan atau Para Petinggi Partai Koalisi Gemuk; Zulkifli Hassan, Muhaimin juga LBP. Bahkan jangan kaget atau menampik persepsi politik dan hukum, termasuk Puan, serta termasuk juga Ganjar Pranowo, sebagai bakal pesaing Anies Baswedan di Pilpres 2024; yang semua di tubuh mereka ada Red bip, atau indikasi temuan tindak pidana, sesuai track record hukum yang sudah terpublikasi, kepada para individu dari para petinggi Koalisi Partai Gemuk beserta para kolega atau kroni, walau kesemuanya para subjek hukum sebatas terpapar atau ter-indikasi sebagai para pelaku korupsi dan atau perkara tindak pidana lainnya, dan realita, proses hukum terhadap mereka mengalami stagnasi, hal ini ditengarai oleh karena "adanya peran power dari Jokowi selaku presiden melalui pola obstruksi hukum".
Maka langkah Airlangga menemui SBY dan Partai Demokrat punya kualitas atau muatan visi dan misi yang merupakan mata rantai ibarat sebuah sistim, atau antar satu dengan lainnya saling berkaitan erat dan tidak boleh terputus yang mengakibatkan sistim dimaksud menjadi broken atau rusak hingga beresiko implicated, antisipasinya adalah mewajibkan diantara satu dengan lainnya mesti kooperatif, selalu bergandengan tangan seperti mata rantai, sehingga solusinya harus selalu bekerja sama. Sehingga satu langkah politik Golkar (Airlangga) akan menemui SBY untuk mendapatkan kemenangan dan demi keselamatan bersama (kolektif - kolegial).
Jika berhasil Peran Ganda Airlangga, maka kubu kontra Anies, baik dari Kolisi Gemuk maupun Koalisi Ganjar - Jokowi maupun "Para Hantu Oligarki " maka kedua kubu lawan Anies akan mendapatkan pencapaian berbagai mahligai prestasi dibeberapa sektor atau multi target. Target dimaksudkan adalah pada sektor-sektor Politik dan Kekuasaan, ekonomi dan hukum, serta sistim hukum.
Adapun subtansial sektor-sektor pencapaian pada multi target minimal yang bernilai strategis :
Pertama: Kebijakan Politik-Kekuasaan dan Ekonomi (Oligarki). Bahwa pembangunan kebijakan kontemporer pada bidang ekonomi, tetap berlanjut, Contoh: Politik Bagi-Bagi Kursi Kekuasaan & Bagi-Bagi Kue Dalam Bentuk Penciptaan Projek Baru (projek nafsu syahwat) termasuk diantaranya Projek IKN Dilanjutkan.
Kedua: Kebijakan hukum pola sungsang atau overlapping yang melanggar asas larangan diskriminatif, netralitas dan atau bertentangan dengan due of procces dan atau ekualitas dikesampingkan (melainkan pilih tebang) termasuk metode obstruksi hukum, mesti tetap diberlakukan kepada kroni, bahkan dipeti-es kan, jika perlu lahirkan revisi atau perubahan pada sistim hukum dan perundang-undangan, termasuk melalui segala bentuk regulasi, PP, Inpres atau Kepres. Termasuk terhadap kroni atau korporasi yang bermasalah dikeluarkan SP 3 oleh pihak Penyidik yang berwenang. Serta diantaranya memperkuat UU Tentang Cipta Kerja serta merawat seluruh paket sistim hukum yang menguntungkan kelompok oligariki yang diterbitkan oleh pemerintah penyelenggara kontemporer.
Maka metode dan praktek untuk memperoleh minimal pencapaian multi target tersebut diatas, Golkar hanya membutuhkan One Way Ticket, atau cukup sekedar satu buah tiket untuk mencegah seluruh akses. Yakni "penjegalan dengan segala cara (Menerapkan teori Machivelisme) atau politik yang menghalalkan segala cara atau inkonstitusional dan menyimpang dari falsafah Pancasila terhadap diri "Anies Baswedan" agar tidak ikut sebagai konstestan Pilpes di 2024, demi mempertahankan, merawat kelestarian semua sistim kontemporer atau "sistim manajemen atau pola manejerial ala revolusi mental (tidak butuh profesional dan tidak perlu proporsional) atau tetap menggunakan pola kontra terhadap asas atau prinsip good governance. Secara prinsip subtabtif menolak "bentuk pembaruan/ pembaharuan" apapun bentuknya, selain semata-mata melanjutkan pola sistem yang sudah ada dan berjalan, termasuk tetunya menolak revolusi akhlak yang bertujuan merubah adab, budaya, mental dan moralitas sesuai prinsip yang tidak bertentangan dengan Pancasila, Utamanya Tidak Melanggar Agama.
Sehingga kronologis dari visi melalui misi politik Golkar, telah diawali pada Hari Sabtu, Tanggal, 29 April 2023. Yakni saat Airlangga manuver politik menemui SBY, sesepuh Partai Demokrat. Maka asumsi di publis melalui kemasan silaturahim, namun pastinya adalah pertemuan yang sarat muatan politik, dengan tujuan pencapaian target Menyingkirkan Anies dengan cara Politik Brutal, namun "berkesan halus tidak melanggar hukum dan HAM", melalui cara mengajak Partai Demokrat bergabung sebagai Koalisi Partai-Partai dibawah komando "Bakal Capres" Prabowo yang nampak mulai rapuh atau bahkan akan kalah sebelum bertanding, oleh sebab sudah ditinggal mentah-mentah oleh Presiden Jokowi, bahkan PPP sudah mempublikasikan, "mereka infonya" sudah memutuskan kebijakan partainya untuk bergabung atau berkoalisi bersama dengan PDIP untuk mendukung Ganjar sebagai capres 2024.
Maka misi Airlangga mengajak Partai Demokrat dengan pola sopan dan beradab, walau banyak terselip kepentingan politik yang dahsyat dengan berbagai muatan destruktif melalui visi dan misi yang kontradiktif. Yakni mengajak berkoalisi atau bergabung dengan Koalisi Besar, yang punya nilai amat starategis bagi Koalisi Gemuk, yang kini bakal rawan kehilangan dukungan. Bahkan termasuk mereka sendiri pun punya kans keluar meninggalkan Prabowo bersama Gerindra-nya hijrah atau hengkang ke Kubu Ganjar, kala Koalisi Pembaruan untuk Persatuan/ KPP ttap solid hingga Pilpres 2024 berlangsung dan Anies Baswedan tampil sebagai Capres dari KPP mewakili Anak Bangsa Nalar sehat (Masyarakat WNI yang bercita-cita ideal sesuai UUD 1945 & Pancasila).
Dan, tidak cukup mengajak Demokrat berkoalisi, Airlangga pada silaturahim dan "momen berikutnya, akan terus melanjutkan bargaining politik," dengan menawarkan posisi kepada AHY, putra SBY. sebagai Cawapres dari Prabowo.
Dan yang sebenarnya tidak hanya kubu Koalisi gemuk saja yang akan berniat hancurkan Anies, namun kubu lainnya pun berniat sama, dan hal itu sudah dilakukan. Namun karena ketiga partai pendukung Anies "sementara ini" masih konsisten dan semoga seterusnya tetap istiqomah demi menuju Indonesia yang lebih baik, dan serius turut merasakan betapa rakyat ratusan juta, sudah jemu dan teriksa, serta tersakiti mata batin dan juga fisik (moril dan materil) teriris dan tersayat-sayat.
Maka opsi yang ditawarkan oleh Airlangga membawa visi dan misi sebagai unsur kolektif dan kolegial.
Jika, Demokrat tertarik maka Visi dan Misi Golkar, dengan kolega Koalisi gemuknya memiliki kans kuat, bahkan diibaratkan, Prabowo oleh Airlangga mendapat jamu atau pil obat kuat, sehingga berani angkat senjata kepada Jokowiz yang dukungannya sudah berlabuh kepada Ganjar Partai PDIP atau substantif siap berperang melawan Megawati, Jokowi dan Ganjar sekaligus. Bahkan, serius Koalisi Gemuk bahkan dapat peluang besar mendapatkan Kursi RI 1. Karena akan mendapatkan tambahan suara yang tercecer dan cerai-berai dari kelompok ummat yang pasti bingung menjatuhkan pilihannya tanpa ada sosok Anies.
Namun, ketika Anies tidak mendapatkan tiket tuk tampil pada Pemilu Pilpres 2024, lalu andaipun Airlangga dan kroni mendapat kekalahan suara dari Capres Ganjar. Maka Airlangga (Golkar dan semua petinggi yang bersamanya, tetap akan dirangkul berikut semua petinggi partai koalisi gemuk (atau nyatanya kurus ?). Karena Airlangga dan rekan petinggi-petinggi koalisi sudah berjasa kalahkan Anies sang bakal tokoh pembaru, hanya cukup one way ticket, jika dapat mengandung salah dari KPP dengan tanpa bertanding, namun diikuti banyak pencapaian multi target untuk dua kelompok yang turut kontestan bersebrangan namun dekat di hati dan sama kepentingan, bahkan jelas membantu terpapar korup " Ganjar dan Puan," juga Megawati Sang Tokoh Empunya Ganjar dan Jokowi yang punya hobbi berdusta dan digelari oleh sebagian kelompok sebagai King Of Lip Service atau "Si Raja Bohong" dan tentunya para sahabat dekat Airlangga di koalisi gemuk atau "Koalisi Kurus". Maka jelas sudah airlangga dan Kawan-Kawan koalisinya sebagai kroni Ganjar, Jokowi dan Megawati semua akan mendapat kue pembangunan.
Selebihnya jika Demokrat (dan kawan-kawan se-koalisi), tetap kokoh pada misi Koalisi Perubahan Untuk Persatuan/ KPP yang hakekatnya menolak racun yang ditawarkan oleh "Misi Politik Halal Airlangga", yang di belakangnya terdapat mata rantai disertai bayang - Jokowi dan Megawati serta oligarki. Maka Airlangga, Muhaimin alias Cak Imin bahkan Prabowo akan membubarkan koalisi atau yang baru sebatas wacana koalisi Partai-Partai gemuk? Dan tanpa malu Airlangga, Prabowo dan kawan lainnya, tidak pakai lama akan mengikuti jejak PPP yang sudah lebih dulu, memberi kode lompat pagar, lalu bergabung dan berkoalisi kepada Megawati, Jokowi & Ganjar. Kemudian Airlangga yang gagal racunnya dan "tokoh emosional Prabowo", segera tidak pakai lama akan berdiri dibawah ketiak Megawati dan ketiak Jokowi serta berbaris rapi di punggung Ganjar dan dibelakang Puan menjelang atau Setelah Pilpres.
Hal jika Anies realitas kalah, maka prediksi yang terjadi di negara dan bangsa ini, disebabkan empirik adanya revolusi mental yang digaungkan Jokowi dan para penguasa, justru ternyata melahirkan kerusakan mental dan moralitas yang ditandai dengan perilaku atau attitude para pejabat tinggi penyelenggara negara yang korup serta amoral, serta peningkatan pelaku korupsi dan pencurian uang, juga kejahatan HAM. Utamanya kejahatan terhadap sistim hukum. Maka jika Anies kalah tentu habitat lama akan bertambah kuat, karena semakin banyak orang yang gagal moral. Karena publik akan keranjingan "menyukai pornografi dan pornoaksi", menolak perubahan pada sistim hukum dan manejerial, sebaliknya penguasa akan memperkuat jargonnya revolisi ahlak yang menjadikan.
Untuk mencegah kekalahan Anies yang hakekatnya adalah kekalahan semua anak bangsa, termasuk kekalahan pemenang Pilpres sekalipun.
Maka apa yang semestinya bangsa nalar sehat ini lakukan, strategi atau siasah apa yang dapat mengalahkan para raksasa durjana serta para hulubalangnya. Karena ketika mereka menang, akan mencengkeram kuat lalu kokoh dan mengkristal, dan siap setiap saat keluarkan dan gunakan gigi taring dan cakar tajamnya bak rombongan srigala dan para srigala pun bunting, dan melahirkan dan menetaskan cikal bakal pengikut mereka kepada sebuah sistim yang ummat ini telah memiliki gambarannya ? Maka preparing apapun yang dimiliki Bantu Anies, agar Anies dapat membantu secara hakekat KITA DAN MEREKA PARA ANAK BANGSA LINTAS SARA. (*)