WANHEARTNEWS.COM - Militer Indonesia telah memindahkan lokasi latihan bersama angkatan laut se-Asia Tenggara ke Kepulauan Natuna Selatan dari rencana awal di Laut China Selatan. Namun rupanya ada yang bakal gerah yakni China dan sahabatnya di ASEAN yakni Kamboja dan Myanmar. Mengapa?
“Beberapa wilayah yang akan dijadikan titik lokasi latihan meliputi Batam dan di wilayah perairan Natuna Selatan yang masuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I serta Sabang Mawang, Kepulauan Riau,” demikian pernyataan Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Laksamana Muda Julius Widjojono, Rabu (21/6/2023).
Indonesia saat ini adalah ketua ASEAN yang beranggotakan 10 negara. Latihan militer bersama itu akan digelar pada 18 hingga 25 September. Kawasan Natuna Selatan, berada di bagian selatan Pulau Natuna Besar, masuk ke dalam wilayah Serasan, Subi, Midai, Tambelan, hingga ke perairan selat Karimata, Bangka Belitung.
Pada 2017, Indonesia mengganti penamaan Laut China Selatan menjadi Laut Natuna sepanjang 200 mil laut sesuai zona ekonomi eksklusif (ZEE) dalam apa yang dikatakan beberapa analis sebagai sinyal ke Beijing, yang mengklaim sebagian besar laut tersebut dalam batas samar yang dikenal sebagai “sembilan garis putus-putus”.
Julius menjelaskan latihan bersama ini bukan merupakan latihan militer bersenjata melainkan menitikberatkan pada aspek non-tempur seperti patroli gabungan maritim, evakuasi medis, pencarian dan penyelamatan (SAR) serta Humanitarian Assistance and Disaster Relief (HADR) atau pemberian bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana di wilayah yang disimulasikan terdampak. “Daerah latihan diprioritaskan yang ada kemungkinan bencana,” kata Julius.
Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono saat memimpin sidang ASEAN Chief of Defense Forces Meeting ke-20 di Bali mengatakan, latihan militer bersama negara-negara anggota ASEAN dilakukan untuk meningkatkan hubungan kerja sama militer sesama anggota. Latihan itu, kata Yudo, akan mengangkat tema solidaritas ASEAN agar militer negara-negara tersebut semakin terpusat dalam menjaga stabilitas di kawasan.
“Indonesia akan terus mempromosikan kawasan yang aman, damai dan stabil bebas dari segala bentuk ancaman dan gangguan yang mengancam kedaulatan negara. Laut yang aman akan serta merta meningkatkan perekonomian negara,” kata Yudo.
Ada penolakan pemindahan lokasi latihan
Indonesia berpendapat pemindahan lokasi ini sebagai keputusan independen dan diambil setelah konferensi perencanaan awal untuk latihan bersama yang diadakan perwakilan dari semua anggota blok tersebut. Namun, negara-negara ASEAN Kamboja dan Myanmar, yang memiliki hubungan dekat dengan China, menolak menghadiri konferensi perencanaan tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang dikutip Asiatimes, Jenderal Vong Pisen, Panglima Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja, mengatakan negaranya belum setuju. Kamboja, yang secara luas dicurigai diam-diam memberikan hak eksklusif kepada China bagi Pangkalan Angkatan Laut Ream-nya, tampaknya mempermasalahkan lokasi latihan yang diusulkan. Kamboja membantah adanya kesepakatan pangkalan rahasia, yang akan melanggar konstitusi kerajaan.
Sementara itu Myanmar, yang mempertahankan hubungan dekat dengan China, tidak ambil bagian dalam rapat perencanaan awal untuk ASEAN Solidarity Exercise-01 Natuna (ASEX-01N).
Meskipun lokasi baru latihan tersebut tidak sekontroversial perairan Laut China Selatan, namun tempat tersebut tidak sepenuhnya menjadi tempat netral antara Jakarta dan Beijing. Setidaknya selama sepuluh tahun terakhir, perairan di sekitar Kepulauan Natuna menjadi bahan gesekan antara Indonesia dan China.
China telah mengklaim “hak tradisional” atas sumber daya perikanan di wilayah tersebut dan selama dekade terakhir telah mengerahkan semakin banyak kapal paramiliter dan penjaga pantai untuk menegaskan klaimnya di zona ekonomi eksklusif (ZEE) utara Indonesia itu.
Pada Februari, kapal berbendera Vietnam tertangkap tengah menangkap ikan secara ilegal di perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia, dua bulan setelah disepakatinya batas zona eksklusif kedua negara yang dicapai setelah perundingan 12 tahun.
Sementara itu, pada awal Januari kapal penjaga pantai China telah berpatroli di perairan sekitar kepulauan Natuna. CCG 5901, kapal penjaga pantai terbesar di dunia milik China itu, telah berada di area pengembangan ladang gas di wilayah sekitar Laut Natuna sejak 30 Desember 2022. China menganggap kapal mereka berlayar “di wilayah laut yang menjadi yurisdiksi China berdasarkan hukum-hukum nasional dan internasional.”
Padahal pengadilan arbitrase Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 2016 telah memutuskan bahwa “sembilan garis putus-putus” yang diklaim China sebagai wilayahnya adalah tidak sah. Namun demikian Beijing selama ini selalu menolak putusan tersebut, dan berkeras bahwa Negara Tirai Bambu itu mempunyai yurisdiksi atas semua wilayah dalam garis putus-putus tersebut.
Selat Malaka juga jalur strategis China
Lokasi baru latihan berada di dekat Selat Malaka. Bagi Indonesia, ini pada dasarnya dapat menambah paradigma baru pada latihan ASEAN yang pertama kali. “Latihan ini tidak difokuskan pada pertempuran, jadi paling cocok untuk selatan yang bersentuhan langsung dengan rakyat,” kata Julius Widjojono. Lebih lanjut dia menambahkan, latihan tersebut akan dilakukan di dalam dan sekitar Pulau Batam di muara Selat Malaka.
Namun penunjukkan lokasi baru ini, kemungkinan besar akan mengecewakan pemerintah China. Mengutip Eurasian Times, Selat Malaka adalah jalur laut strategis antara Indonesia dan Malaysia yang dilalui sebagian besar arus barang menuju dan dari China. China telah mengidentifikasi Selat Malaka sebagai pos pemeriksaan utama dari Sea Lines of Communications (SLOC), yang menghubungkan pelabuhan utama Republik Rakyat China ke negara-negara Teluk dan pasar Afrika dan Eropa.
Sempat muncul istilah ‘Dilema Malaka’ yang pertama kali digunakan oleh Presiden Hu Jintao pada November 2003, mengacu pada kerentanan China terhadap blokade laut di selat tersebut, yang merupakan jalur laut terpendek antara Timur Tengah dan Timur Asia. Prospek membangun blokade laut telah meningkat karena meningkatnya ketegangan di kawasan Indo-Pasifik.
Selat itu adalah perairan kecil dengan lebar hanya 65–250 kilometer, sehingga mudah bagi negara tetangga untuk menutupnya dengan kekuatan yang signifikan. Ini menimbulkan tantangan khusus bagi China mengingat kawasan regional di sekitar itu dikelilingi oleh negara-negara seperti sekutu Amerika Serikat yakni Singapura, dan musuh lama China, India.
Berbeda dengan angkatan laut negara-negara tersebut yang letaknya dekat dengan selat, angkatan laut China jauh dari selat. Jadi, telah lama ditegaskan bahwa AS dan sekutu regional ini dapat mempersenjatai chokepoint penting ini dengan memberlakukan blokade, yang akan mengganggu perdagangan, sumber daya energi, dan aliran bahan baku di China.
Menurut angka tradisional, setidaknya 80% dari pengiriman energi China melewati chokepoint yang sempit namun berlokasi strategis ini. Namun, untuk mengimbangi dampak blokade hipotetis di masa depan, Beijing telah mendiversifikasi pilihannya selain memperkuat kekuatan dan strategi angkatan lautnya.
Menjadi perhatian AS
Masih menurut Eurasian Times, Indonesia mendapat perhatian lebih dari Amerika Serikat karena kedekatannya dengan Selat Malaka. Sebagian besar diyakini bahwa jika terjadi konflik antara China dan Amerika Serikat, Indonesia dan sekutu AS lainnya dapat memblokir chokepoint sempit ini dan mencekik rantai pasokan China.
Di sisi lain China juga telah mendekati Indonesia untuk menjalin hubungan yang lebih baik. Misalnya, Beijing telah mendorong peningkatan kerja sama keamanan dan militer dengan Jakarta dalam beberapa tahun terakhir. Kedua negara juga mengkoordinasikan latihan angkatan laut kooperatif pada Mei 2021.
Baru-baru ini, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dan mitranya dari Tiongkok, Jenderal Wei Fenghe bertemu pada 18 November 2022, di kota Xi’an, Tiongkok di provinsi Shaanxi. Mereka sepakat untuk memperkuat kerja sama militer dan keamanan mereka.
Menurut laporan geopolitik yang diterbitkan oleh Special Eurasia, Beijing ingin memperkuat hubungan bilateralnya dengan Jakarta untuk menangkal poros Washington terhadap Asia dan menunjukkan kehadirannya yang berkelanjutan di kawasan Laut China Selatan. Untuk itu, pihaknya memilih beberapa jalur, salah satunya yang terpenting adalah jalur ekonomi dan investasi di sektor-sektor krusial.
“Melihat strategi Beijing, merupakan keharusan China untuk mempertahankan dan memperluas otoritasnya di Indonesia dengan tujuan akhir memperkuat kehadiran China di negara-negara utara kawasan ASEAN, terutama Myanmar, dan menumbuhkan investasi di Jalur Laut Utara, yang menghubungkan pasar Asia dan Eropa melalui Selat Bering dan Samudra Arktik,” kata laporan itu.
Yang jelas relokasi latihan dari Laut China Selatan yang disengketakan telah menarik banyak perhatian, lokasi baru juga bisa menjadi sangat penting. Selain itu Lokasi geopolitik Indonesia semakin ditempatkan pada tumpuan tinggi dalam strategi Indo-Pasifik AS belakangan ini.
Sumber: inilah