WANHEARTNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan habis masa jabatannya pada 2024, ia pun telah mendesain prospek ekonomi sepeninggalannya menjabat sebagaimana tertuang dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024.
Ini sebagai acuan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.
Prospek ini tentu menarik untuk diulas mengingat angka-angka perkiraan kondisi ekonomi makro itu menjadi peninggalan terakhir masa pemerintahannya.
Selain itu, prospeknya juga bisa dibandingkan dengan proyeksi pemerintahan presiden sebelumnya, seperti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat hendak melepas jabatannya pada 2014 silam.
Dalam KEM-PPKF 2024, pertumbuhan ekonomi Jokowi patok di level 5,3%-5,7%, inflasi 1,5%-3,5%, serta nilai tukar rupiah Rp14.700-Rp15.300 per dolar AS.
Desain ini pun telah disampaikan saat sidang rapat paripurna DPR bulan lalu, di Badan Anggaran (Banggar) DPR, hingga Komisi XI DPR.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pun telah memberikan masukkan melalui perkiraannya.
Perry mengakui, tekanan ekonomi global masih akan berat pada 2024, seiring dengan masih melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akibat dari tren kebijakan suku bunga acuan bank sentralnya.
Ia memperkirakan ekonomi global hanya akan tumbuh di kisaran 2,8% pada 2024 dari perkiraan 2023 di kisaran 2,7%, jauh di bawah kondisi 2021 yang tumbuh 5,7%.
Sementara itu, untuk ekonomi domestik, Perry meyakini masih akan mampu tumbuh di kisaran 4,7%-5,5% pada 2024 meski jauh dari target yang ditetapkan pemerintah. Tapi dibandingkan perkiraan 2023 yang di rentang 4,5%-5,3% masih ada kenaikan.
Adapun realisasi terakhir pertumbuhan ekonomi per kuartal I-2023 adalah sebesar 5,03% secara tahunan atau (yoy).
Untuk nilai tukar rupiah diperkirakannya akan mampu menguat di rentang Rp14.600-Rp15.100 pada 2024, dari proyeksi 2023 di rentang Rp14.800-Rp15.200.
Untuk realisasi reratanya sampai dengan 31 Mei 2023 secara tahun berjalan (ytd) sebesar Rp15.080 per dolar AS.
Terakhir, untuk inflasi, ia memperkirakan tekanannya akan terus mereda hingga 2024. Pada tahun itu, ia menilai inflasi akan berada pada rentang target sasaran 1,5%-3,5%, turun dari perkiraan target sasaran pada 2023 yang berkisar 2-4%. Sementara itu, realisasi hingga Mei 2023 sebesar 4% (yoy).
"Bank Indonesia meyakini bahwa prospek perekonomian Indonesia pada 2024 akan semakin baik, dengan pertumbuhan yang lebih tinggi, inflasi yang rendah, dan nilai tukar Rupiah yang menguat dan stabil," ujar Perry saat rapat kerja di Komisi XI DPR, Jakarta, seperti dikutip Selasa (6/6/2023).
Pada penghujung masa pemerintahannya, Presiden SBY juga memproyeksikan kondisi perekonomian yang serupa dengan Presiden Jokowi.
Untuk global diperkirakannya melambat, dipengaruhi belum membaiknya laju pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akibat krisis utang di Eropa, hingga pemotongan anggaran belanja di Amerika Serikat.
Akibatnya saat itu proyeksi pertumbuhan ekonomi global di kisaran 3,3% untuk 2013 dan 4% pada 2014.
Di tengah kondisi itu, pemerintahan SBY dalam KEM-PPKF 2014 optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa melaju kencang jauh di atas optimisme Jokowi saat ini.
Bahkan, pertumbuhan ekonomi saat itu dipatok di rentang 6,4%-6,9%, meski saat RAPBN 2014 disepakati menjadi hanya kisaran 6%.
Prospek ini didasari dari realisasi pertumbuhan ekonomi pada 2013 sebesar 5,78% dan sempat menyentuh 6,23% pada 2012.
Untuk inflasi, saat itu pemerintahan SBY perkirakan berada pada rentang 4,5% plus minus 1% untuk 2014, meski realisasinya jauh melenceng dengan besaran menjadi 8,36% secara tahunan maupun tahun kalender.
Pada 2013 inflasi sebetulnya sudah mencapai 8,38% akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sementara itu, untuk nilai tukar rupiah terhadap dolar AS perkiraannya masih dalam rentang Rp9.600-Rp9.800.
Namun, realisasi untuk reratanya hingga April 2014 berada di level Rp 11.562 per dolar AS atau melemah 1,74% dibanding Maret 2014, sebagaimana dikatakan Gubernur Bank Indonesia yang saat itu dijabat oleh Agus Martowardojo. [cnbc]