WANHEARTNEWS.COM - Di balik keputusan Presiden Jokowi membuka izin pengerukan dan ekspor pasir laut, ternyata ada kepentingan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan Singapura.
Diakui Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, banyak pengusaha yang tertarik untuk nyemplung ke bisnis pasir laut. Mungkin karena cuannya sangat mengiurkan.
Di sisi lain, kebutuhan akan reklamasi cukup tinggi, termasuk di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Atas dasar itulah, Presiden Jokowi menerbitkan PP No 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
“IKN misalnya, di sampingnya banyak sekali. Di Batam banyak yang kami tutup (reklamasi). Ada yang bikin resort di Pulau Bawah ditutup, kalau nggak ada izin karena menurut pandangan kami itu merusak lingkungan,” kata Menteri Trenggono yang dikenal sebagai pebisnis Base Transceiver Station (BTS) di Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Bisa jadi benar, kebutuhan reklamasi di IKN Nusantara cukup besar. Banyak sekali lubang besar bekas tambang di IKN Nusantara yang letaknya di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur.
Bahkan, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat adanya 149 lubang besar bekas tambang di IKN Nusantara.
Untuk menutup itu, diperlukan dana besar. Untuk satu lubang saja perlu biaya Rp500 miliar hingga Rp1 triliun.
Bisa dibayangkan berapa besar lubang bekas galian tambang yang ada di Kaltim.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar menyebut, terdapat 29 ribu hektare (ha) lubang bekas tambang di IKN Nusantara. Atau 2 persen dari total lubang tambang di Kalimantan Timur (Kaltim).
Sedangkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut, pembukaan kembali ekspor pasir laut melalui PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, tidak merusak lingkungan.
Dia berdalih, ekspor pasir laut diatur dalam regulasi itu bukan pasir laut, melainkan sedimen.
“Yang dibolehkan itu sedimen. Kan kanal itu banyakan terjadi pendangkalan, karena pengikisan dan segala macam,” tuturnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Untuk menjaga alur pelayaran, tuturnya, kanal di titik-titik dasar laut yang mengalami pendangkalan tersebut, perlu dikeruk.
“Sehingga, sedimen yang lebih bagus dilempar keluar, daripada ditaruh tempat kita juga,” kata dia.
Menurut dia, kebijakan ini tidak akan menimbulkan masalah. Justru, Arifin menilai bila tidak dilakukan penambangan akan membahayakan alur pelayaran.
Terutama, di kanal yang dekat lintas pelayaran yang masif. Di antaranya di wilayah sekitar perairan Batam, Selat Malaka, dan Selat Singapura.
Dia meyakini ekspor pasir laut memiliki potensi ekonomi yang besar dan dapat menambah pendapatan negara. Mengingat minat dari Singapura cukup tinggi.
“Kan dikeruk ada ongkosnya, ada nilainya dong. Supply-demand pasti ada,” ujar Menteri Arif. [Inilah]