Penerima gelar pertama Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia ternyata Abdul Muis yang diberikan Presiden Soekarno pada 30 Agustus 1959.
Abdul Muis yang wafat pada 17 Juni 1959 merupakan seorang politisi yang juga penulis.
Gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional digunakan pada masa pemerintahan Sukarno.
Sementara ketika Suharto berkuasa sejak pertengahan 1960-an, gelar tersebut berganti nama menjadi Pahlawan Nasional. Dan sampai kini gelar itu masih dipakai.
Gelar khusus pada tingkat Pahlawan Nasional juga dianugerahkan. Pahlawan Revolusi diberikan pada tahun 1965 kepada sepuluh korban peristiwa Gerakan 30 September.
Sementara Sukarno dan mantan wakil presiden Mohammad Hatta diberikan gelar Pahlawan Proklamator pada tahun 1988.
Sebanyak 185 pria dan 15 wanita telah diangkat sebagai Pahlawan Nasional hingga tahun 2022.
Kiprah Abdul Muis
Abdul Muis lahir pada 3 Juli 1886 di Bukittinggi Sumatera Barat dan meninggal pada 17 Juni 1959 di Bandung. Makam Abdul Muis ada di Cikutra, Bandung, Jawa Barat.
Dia adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia.
Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut.
Abdoel Moeis adalah seorang Minangkabau. Ia merupakan putra dari Soelaiman Dt Toemanggoeng dan Siti Djariah.
Selesai dari ELS, Abdoel Moeis melanjutkan pendidikannya ke Stovia (Sekolah Kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta.
Namun karena sakit, ia tidak menyelesaikan pendidikannya di sana.
Abdoel Moeis memulai kariernya sebagai klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst atas bantuan Mr Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan.
Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. Setelah dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di Bandung.
Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia. Bintang Hindia merupakan sebuah majalah yang memuat berita politik di Bandung.
Pada tahun 1907, Bintang Hindia dilarang terbit, Abdul Muis pindah kerja ke Bandungsche Afdeelingsbank sebagai mentri lumbung.
Pekerjaan ini ditekuni oleh Abdul Muis selama 5 tahun. Pada 1912, ia bekerja menjadi wartawan pada surat kabar Belanda Preanger Bode.
Pada Preanger Bode Abdul Muis bekerja sebagai korektor. Dalam waktu 3 bulan, ia diangkat menjadi hoofdcorector (korektor kepala) karena kemam[uan berbahasa Belanda yang cukup baik.
Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda.
Koran Kaoem Moeda merupakan koran pertama yang mengenalkan rubrik "Pojok" sejak tahun 1913-an.
Posisi Muis sebagai redaktur serta mengurusi masalah-masalah penerbitan dan pemasaran, membuatnya lebih leluasa untuk melanjutkan perjuangan dengan pena sebagai senjata.
Koran Kaoem Moeda merupakan tulang punggung perjuangan Sarekat Islam di Bandung.
Setahun kemudian, melalui Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdul Muis menentang rencana pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis.
Tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar.
Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School – Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan.
Pada tahun 1918, Abdul Muis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam.
Abdul Muis juga memimpin gerakan mogok kerja para buruh di Yogyakarta pada tahun 1920, saat memimpin Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian.
Pada tahun 1923, Abdul Muis berkunjung ke Sumatera Barat. Di sana dia mengumpulkan tokoh masyarakat untuk menentang pajak yang memberatkan masyarakat.
Atas tindakannya di Sumatera Barat itu, Abdul Muis dilarang untuk berpolitik oleh kolonial Belanda.
Larangan tidak terbatas pada berpolitik saja, tapi juga dilarang tinggal di Sumatera Barat, lalu diasingkan ke Garut.
Di Kota Garut inilah ia menyelesaikan novelnya yang cukup terkenal yaitu Salah Asuhan.***
Sumber: pojoksatu
Foto: Abdul Muis penerima pertama gelar pahlawan nasional Indonesia (net)