Keluarga Djojohadikusumo adalah trah keluarga ternama di Indonesia. Ada Margono Djojohadikusumo, ahli ekonomi dan pendiri Bank Negara Indonesia (BNI). Lalu, ada Soemitro Djojohadikusumo, begawan ekonomi Indonesia di Orde Lama dan Orde Baru. Sedangkan nama yang paling terkenal adalah Prabowo Subianto Djojohadikusumo, Menteri Pertahanan Indonesia.
Namun, ada satu nama dari keluarga Djojohadikusumo yang cukup dilupakan. Dia adalah Hashim Djojohadikusumo, putra dari Soemitro dan adik Prabowo. Salah satu alasan namanya tak bersinar seperti yang lain karena dia tidak aktif sebagai intelektual dan panggung politik negara. Sebab, Hashim sejak dulu berkecimpung di dunia bisnis hingga punya duit Rp 10 triliun. Bagaimana ceritanya?
Hashim Djojohadikusumo adalah anak ke-4 Soemitro Djojohadikusumo dan Dora Sigar yang lahir pada 5 Juni 1954. Sejak masih kecil, Hashim bercita-cita jadi pilot pesawat tempur. Namun, cita-cita itu terpaksa kandas ketika dia mengetahui bahwa matanya minus dan harus pakai kacamata.
Alhasil, tulis William Pratama Subagja dalam Kaum Supertajir Indonesia (2013), dia lantas memilih kuliah di luar negeri. Diketahui dia pergi ke California, AS, untuk belajar bisnis di Panoma College pada 1976. Setelah lulus dia bertolak ke Prancis untuk magang sebagai analis keuangan di perusahaan investasi ternama, Lazard Freres Et Cie.
Hashim berdalih aktivitas di luar negeri dilakukan karena tidak mau dipandang memanfaatkan kekuasaan bapaknya. Sebab, ketika itu Soemitro sedang bertugas menjadi Menteri Riset Indonesia periode 1973-1978. Barulah saat bapaknya pensiun, Hashim pulang kampung dan merintis bisnis di Indonesia.
"Saya gak enak saja. Jadi begitu saya pulang, ayah saya sudah tak pegang jabatan lagi. Kan lebih enak, gak ada yang menuduh saya berbisnis karena fasilitas orang tua," kata Hashim seperti dikutip Didin Abidin Masud dalam Pergulatan 26 Manajer Indonesia Menuju Sukses (1997).
Di Indonesia, Hashim langsung menjadi direktur di perusahaan konsultan bisnis milik Sumitro, Indo Consult. Setelah dua tahun, tepat pada 1980, barulah dia mulai mendirikan perusahaan sendiri, yakni PT Era Persada yang bergerak di sektor perdagangan. Pada titik inilah ide bisnis Hashim muncul. Dia ingin bisnis semen.
Masih mengutip paparan William Subagja, Hashim melihat bahwa semen adalah bisnis potensial. Masifnya pembangunan di era Presiden Soeharto sudah pasti membutuhkan semen sebagai bahan dasar. Dan bisnis ini pasti tidak akan mati dan selalu dibutuhkan banyak orang ke depan. Barangkali, Hashim belajar dari taipan Sudono Salim yang sukses usai mendirikan pabrik semen pertama bermerek Indocement.
Alhasil, tanpa butuh waktu lama Hashim segera terjun ke industri semen. Nama pabriknya adalah Semen Cibinong. Beruntungnya, saat memulai bisnis, terjadi kelangkaan pasokan semen di Indonesia. Semen Cibinong yang baru saja lahir seketika diserbu masyarakat hingga perusahaannya untung berkali-kali lipat.
Perlahan, tak hanya semen, Hashim juga tercatat bisnis sektor lain. Diketahui dia memiliki PT Tidar Kerinci Agung yang bermain di industri sawit. Lalu, ada PT Prahabima yang memiliki Bank Perkembangan Asia. Ada pula PT Tirtamas Majutama yang bergerak di bidang sumber daya, manufaktur, dan perdagangan. Terakhir dia memliki PT Bank Universal dan PT Ina Persada.
Tak hanya itu, bisnis Hashim juga sampai ke luar negeri. Dalam laporan Tempo (28 Januari 2008) diketahui Hashim sempat memiliki ladang minyak di Kazahstan dan sumur emas hitam di Azerbaijan dan Amerika Serikat. Di masa Orde Baru, bisnis Hashim tergolong kuat. Saat krisis moneter 1998, bisnis Hashim sempat goyah, tetapi masih bertahan hingga kini.
Sekarang, seluruh bisnisnya berada di bawah naungan Arsari Group yang berdiri pada 2013. Berkat besarnya jaringan bisnis, Hashim sempat dinobatkan Forbes sebagai orang terkaya ke-40 di Indonesia dengan harta US$ 685 juta atau Rp 10,4 triliun.
Tak hanya fokus bisnis, Hashim pun kini merambah di sektor politik dan filantropis. Di politik dia menjadi petinggi Partai Gerindra yang menjadikannya sebagai politisi terkaya Indonesia. Sedangkan di filantropis, dia aktif dalam rehabilitasi Harimau Sumatera dan penyelamatan benda-benda bersejarah yang ada di luar negeri.
Sumber: cnbc
Foto: Chief Executive Officer (CEO) Arsari Group, Hashim S. Djojohadikusumo. (Ist.Arsari Group)