Belanda Tidak Membunuh Sukarno di Revolusi Kemerdekaan, Mengapa? -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Belanda Tidak Membunuh Sukarno di Revolusi Kemerdekaan, Mengapa?

Senin, 21 Agustus 2023 | Agustus 21, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-08-21T14:35:28Z

Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah 78 tahun, dicapai lewat perjuangan panjang. 

Begitupun dalam mempertahankan dari upaya Belanda dan simpatisannya untuk kembali menjajah insulinde.

Nama atau istilah insulinde lebih dikenal di kalangan penjajah Belanda. Istilah untuk menyebut Hindia Belanda sebagai wilayah jajahan. Wilayah yang Belanda sendiri mengakui betapa bergantungnya ke negeri zamrud kathulistiwa ini.   

Menit ke dua, sangat jelas tujuan Belanda untuk kembali merebut Insulinde setelah dikuasai Jepang, tetapi Insulinde telah merdeka sebagai Republik Indonesia. Bukan lagi Insulinde, bukan pula Hindia Belanda.

Sukarno dan para nasionalis, mempunyai peran sentral selama masa kemerdekaan. Mengambil momentum dan menempatkan harkat martabat bangsa Indonesia untuk berdaulat sebagai negara merdeka. Bebas dari penjajahan. Bebas mengatur bangsa dan negaranya sendiri.

***

Lantas, mengapa Belanda tidak membunuh Sukarno untuk mengakhiri perlawanan tentara dan pejuang Indonesia di masa kemerdekaan? 

Padahal akan sangat mudah bagi Belanda untuk membunuh Sukarno dengan keunggulan senjata lengkap dan mutakhir saat itu. Berikut bisa menjadi dasar pemikiran logis:

Pertama, Sukarno sangat dicintai dan dihormati rakyat Indonesia saat itu.

Begitu cinta dan hormatnya rakyat dan pejuang sehingga Sukarno dan Hatta diberi mandat untuk menandatangani dan membacakan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Kesemuanya dilakukan Sukarno dan Hatta atas nama Bangsa Indonesia.

Kedua, Sukarno mampu meredam gejolak revolusi dari tingkat atas hingga akar rumput.

Sebagian bukti seperti peristiwa Rengasdengklok, Lapangan Ikada, hingga Pertempuran Surabaya mampu Sukarno redam gejolak revolusinya.

Peristiwa Rengasdengklok sebetulnya adalah tekanan dari para nasionalis garis keras. Pemuda-pemuda revolusioner yang menginginkan kemerdekaan lepas dari pengaruh Jepang dan lainnya. 

Mendesak Sukarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dengan memanfaatkan momentum vacum of power.

Peristiwa Lapangan Ikada menunjukkan betapa rakyat dan pejuang siap sedia berkorban mempertahankan kemerdekaan.

Peristiwa di Lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945 telah menandai awal mempertemukan Pemerintah Republik Indonesia dengan rakyat untuk tidak tunduk pada siapapun, termasuk Jepang.

Sebagai pihak kalah perang, Jepang tunduk pada Sekutu yang memerintahkan Jepang mempertahankan status quo. 

Makanya Jepang berusaha meredam keinginan tentara dan pejuang untuk mempersenjatai diri dengan cara Jepang menyerahkan senjata.

Jepang menolak keinginan tentara dan pejuang, hingga timbul peristiwa perlawanan dan perampasan senjata milik Jepang di berbagai daerah.

Pertempuran Surabaya, andai Sukarno tidak didatangkan ke Surabaya oleh Inggris sebelum peristiwa 10 November 1945, entah apa yang akan terjadi.

Digambarkan oleh Sukarno sendiri bahwa rakyat di Surabaya sudah mengamuk. Pertikaian sudah terjadi dan korban berjatuhan. (Lihat Sumber)

Ketiga, Sukarno sebagai simbol menang dan kalah dalam perjuangan. 

Andai "Aksi Polisionil Belanda" berhasil,  akankah tentara dan pejuang menyerah dan kembali menerima dijajah Belanda? Tidak semudah itu.

Belanda tentu punya cara licik sebagai upaya untuk penekanan akhir bagi kekalahan Republik Indonesia secara total, yaitu dengan (bisa jadi) meminta Sukarno berpidato untuk menyatakan kalah perang. Tetapi sejarah mencatat, hal ini tidak pernah terjadi.

Belanda tidak mampu meredam perlawanan Republik Indonesia. Menyerah dalam perang melawan Republik Indonesia. Menyatakan sebagai kegagalan politik di Konferensi Meja Bunda.

***

Bagi Belanda, membunuh Sukarno ibarat membakar revolusi rakyat semesta. Harga mahal yang akan diterima oleh Belanda dan siapapun saat itu. Sebab tidak ada tokoh yang mampu membangkitkan dan meredam revolusi semesta seperti Sukarno.

Senang dan tidak senang pada pendapat ini, kenyataan telah membuktikan. Sejarah telah mencatatnya dan hingga saat ini memberi pembelajaran berharga bagi bangsa dan negara Indonesia tercinta.

Sekali Merdeka, Tetap Merdeka!...   

Sumber: kompasiana
Foto: Presiden Soekarno dengan para menteri kabinet pertama RIS, di Gedung Dewan Menteri (bekas Raad van Indie), Pedjambon. Sumber: KEMPEN/kompas.id
×
Berita Terbaru Update
close