SUPORTER kesebelasan di Liga Inggris terkenal heboh, sampai-sampai ada yang nyelonong ke lapangan di tengah pertandingan. Motifnya macam-macam, ada yang sekadar cari perhatian dari bintang pujaannya, atau motif lainnya.
Memang di luar rencana manajer pertandingan, tapi itu kerap terjadi di banyak stadion. Ada-ada saja. Memang bikin kaget, tapi itu tak membuat Manchester United maupun Liverpool jatuh pamornya.
Begitu kira-kira yang terjadi di acara Kopdarnas PSI kemarin. Ada kader yang ngefans banget sama Gibran sampai naik ke panggung mau kasih jaketnya.
Kejadian itu di luar rancangan panitia penyelenggara memang, ada-ada saja. Walau sempat bikin kaget, tapi tentu saja hal itu tidak membuat pamor acara sampai jatuh.
Malah hal ihwal tentang event itu semakin viral di media sosial. Bahkan sampai jadi bahan perbincangan seputar meja makan.
Kecuali oleh sementara pihak yang memang hobinya mencari-cari jerawat sekecil apapun di wajah cantik Grace Natalie maupun Isyana Bagoes Oka, insiden jaket itu dipermak narasinya jadi seolah-olah itu upaya resmi panitia. Ck… ck… ck…
Okelah, cukup ya soal jaket, sekarang kita respons pertanyaan kedua. Ini soal wacana Ganjar-Anies yang diangkat oleh petinggi PDIP di media.
Terus terang ini wacana untuk bikin terang terus cahaya elektoral menuju Februari 2024. Ganjar-Anies… wuiiih, dahsyat sih. Walau awalnya kaget juga, kok bisa ya ada wacana seperti itu? Tapi kata politisi-politisi senior, dalam politik sebelum janur kuning melengkung, semua itu mungkin saja.
Kita coba memahami rasionalisasinya. Banyak survei bilang, kalau head to head (2 pasang) maka Prabowo lebih unggul dari Ganjar. Tapi kalau 3 pasang, artinya Anies masih berada dalam arena, maka Ganjar yang lebih unggul.
Maka daripada para pendukung Anies itu lari ke Prabowo dalam putaran kedua, bagaimana kalau Aniesnya disandingkan saja dengan Ganjar sejak awal.
Dengan skenario seperti itu enggak bakal ada kesempatan bagi Prabowo untuk menyerap para pendukung Anies di putaran kedua. Lantaran enggak ada lagi cerita “putaran kedua” segala.
Dalam pemilu istilahnya menang “landslide”. Dalam dunia bisnis namanya “windfall profit”. Dalam mimpi Bang Japar disebut “rejeki nomplok”.
Tentu itu semua dengan pertimbangan pragmatis elektoral, sementara faktor lain (misalnya ideologis) dianggap subordinasi dari pertimbangan pertama.
Soal isu "pengkhianatan" yang diangkat Andi Arief dari Partai Demokrat, di mana sebelumnya mereka mengusung AHY untuk jadi wakil Anies, tak perlu jadi cerita panjang. Itu semua bisa diatur. Bersama PKS yang memang piawai dalam ihwal atur-mengatur.
Hmm… kalau begitu ceritanya, make sense juga sih.
Kita kira, kubu Prabowo tentu mesti mendesain ulang strateginya demi menghadapi wacana baru ini.
Oleh: Andre Vincent Wenas
Penulis adalah Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.