Kisah Hubungan Dekat KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan Kala Berguru di Bangkalan -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Hubungan Dekat KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan Kala Berguru di Bangkalan

Selasa, 01 Agustus 2023 | Agustus 01, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-08-01T08:38:28Z

KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan adalah dua tokoh Muslim terkemuka Indonesia yang kehidupan dan ajarannya menjadi inspirasi bagi banyak orang. 

Meski memiliki strategi dakwah yang berbeda, kedua ulama besar ini ternyata berguru pada orang yang sama.

Dilansir dari catatan Santri Ponpes Mihajul Muslim Yogyakarta, Najmuddin di portal NU Online, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari adalah sosok kiyai yang muncul di saat rakyat telah muak dengan penjajahan kolonial Belanda yang telah berlangsung ratusan tahun. 

Sosok para kiyai pada masa ini menjadi panutan baru bagi rakyat dalam upaya merebut kemerdekaan.

Pemerintah Hindia-Belanda sempat menaruh kecurigaan terhadap para haji, yang mereka anggap sebagai biang keladi pecahnya sejumlah pemberontakan. Karena itulah pemerintah kolonial menerapkan kebijakan yang membatasi pergerakan Islam.

KH Ahmad Dahlan, yang saat ini dikenal sebagai pendiri Muhammadiyah merupakan tokoh yang sangat berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Lahir pada 1868 M dengan nama Muhammad Darwis, beliau adalah putra dari seorang Khatib Keraton Yogyakarta. 

Darwis lahir dari kalangan orang alim, bahkan beberapa sumber menyebutkan bahwa ia merupakan keturunan dari Ki Ageng Gribig (salah satu ulama di zaman Mataram) dan Maulana Ibrahim (Sunan Gresik).

Muhammad Darwis lahir di sebuah kampung yang bernama Kauman, dengan lingkungan yang tentram di bawah naungan Sri Sultan Hamengku Buwono VII kala itu. 

Kauman sendiri saat ini popular sebagai perkampungan yang berdekatan dengan pusat keagamaan di sebuah perkotaan.

Hidup di antara rakyat yang taat pada rajanya, atmosfer keagamaan yang kuat memberikan pengaruh yang luar biasa pada diri KH Ahmad Dahlan.

Sri Sultan Hamengku Buwono VII kemudian mengutus Raden Ngabei Ngabdul Darwis, panggilan keraton untuk KH Ahmad Dahlan untuk menuntut ilmu ke Arab Saudi. 

Di Tanah Suci inilah Darwis bertemu kembali dengan sahabat remajanya saat belajar di Madura dan Semarang; KH Hasyim Asy'ari.

KH Hasyim Asy'ari adalah tokoh pembaharu Islam dari kalangan pesantren yang lahir di Jombang pada 1871. 

KH Hasyim Asy'ari besar di lingkungan agama dengan ayah, KH Asy'ari adalah pemilik pondok pesantren di Jombang.

Sejak usia 13 tahun, ia dipercaya ayahnya untuk menggantikan jadwal mengajar sang ayah, karena sudah menguasai kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning).

KH Hasyim Asy'ari pertama kali bertemu dengan KH Ahmad Dahlan saat keduanya masih berusia remaja.

Pada usia 15 tahun KH Hasyim Asy'ari mengembara ke berbagai pesantren di Jawa untuk memperdalam ilmu agama seperti di Pesantren Wonocolo Jombang, Probolinggo, Pondok Langitan, Trenggilis, dan di Pesantren Kiyai Kholil Bangkalan, Madura. Di Madura inilah Awal Mula Asy'ari bertemu dengan Ahmad Dahlan.

Keduanya belajar bersama di bawah asuhan Kiyai Kholil Bangkalan sampai tamat pendidikan dan diperintahkan berguru ke Jombang dan Semarang. 

KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari mendapat perintah untuk berguru kepada Kiyai Sholeh Darat di Semarang.

Keduanya memiliki hubungan yang dekat dengan Ahmad Dahlan memanggil Hasyim Asy'ari dengan panggilan Adi Hasyim, sementara Kiai Hasyim juga memanggil KH Ahmad Dahlan dengan panggilan akrab Mas Darwis. 

Keduanya konon juga tinggal sekamar selama dua tahun belajar ilmu agama di bawah Kiai Sholeh darat.

Selama belajar dengan Kiai Sholeh Darat inilah Darwis mendapat nama yang sampai sekarang dikenal semua orang yaitu Ahmad Dahlan.

KH Ahmad Dahlan lebih dahulu meninggalkan pesantren di Semarang dan kembali ke Yogyakarta, sebelum pada akhirnya mereka berdua juga bertemu pada guru yang sama saat menimba ilmu di Arab Saudi.

Pengalaman menimba ilmu di Makkah inilah yang membuat kedua ulama memiliki kecenderungan berbeda.

Kiyai Hasyim Asy'ari sangat menyukai ilmu hadis dan KH Ahmad Dahlan lebih tertarik pada pemikiran dan gerakan Islam.

Setelah tamat belajar dan kembali ke kampung masing-masing, kedua ulama besar ini memberi pengaruh bagi kemajuan Islam di Indonesia.

Dengan semangat pergerakan islamnya KH Ahmad Dahlan, giat mendirikan lembaga pendidikan Islam yang formal dengan mengadaptasi pada sistem sekolah kolonial. Anak-anak muda Indonesia tidak hanya belajar agama saja, tetapi juga mampu memahami ilmu alam.

Tidak mengherankan jika saat ini kita banyak menemukan sekolah-sekolah, perguruan tinggi dan rumah sakit yang maju milik Muhammadiyah, buah kegigihan dalam berideologi sang pendirinya. 

Sedangkan KH Hasyim Asy'ari memang ditugaskan untuk mendirikan Pesantren di Tebuireng, Jombang dan memilih untuk fokus pada kajian salafiyah, kitab-kitab kuning. Santri-santrinya banyak yang berdatangan untuk menimba ilmu.

Cita-cita mendirikan jamiyah ulama sangat direspons baik oleh KH Wahab Hasbullah untuk membuat wadah atau organisasi Islam yang moderat dan berasas pada Ahlussunnah wal Jamaah. Kemudian dibentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (NU) sebagai bentuk asosiasi ulama-ulama salafi.

Perjalanan keduanya memang sedikit berbeda. KH Ahmad Dahlan cenderung memilih jalur politik dalam mengembangkan gerakan Islamiyah di Yogyakarta. Sedangkan Kiyai Hasyim lebih memilih membesarkan pondok pesantrennya dengan kajian klasik.

NU dan Muhammadiyah adalah bentuk modernisasi Islam Nusantara. Asas kedua organisasi besar inilah yang kemudian menumbuhkan agama Islam di Indonesia sebagai agama yang moderat, toleran, dan progresif. 

Keduanya memiliki ideologi dan cara pandang Islam berbeda, tetapi pada hakikatnya keduanya sama-sama ingin mencapai tujuan yang satu, yaitu ridha Allah, dan Islam yang Islam yang rahmatan lil 'alamiin.

Sumber: okezone
Foto: KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari. (Foto: ist.)
×
Berita Terbaru Update
close