Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ikut buka suara soal tudingan program hilirisasi industri di Indonesia yang hanya menguntungkan China. Tudingan itu disampaikan oleh ekonom senior Faisal Basri.
Luhut menyatakan anggapan itu sama sekali tak benar. Soal Faisal Basri yang menyebutkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak mendapatkan data yang benar pun disebut Luhut sangat tidak tepat.
Dia mengaku data yang sempat dipaparkan Jokowi dan disebut Faisal Basri tidak jelas diberikan langsung oleh pihaknya. Tidak mungkin dirinya memberikan data yang tidak tepat.
"Kan kita yang feeding Pak Jokowi, jadi data itu, dan Pak Jokowi nggak mungkin kita beri data yang tidak benar," sebut Luhut ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (14/8/2023).
Menurutnya, Faisal Basri mengeluarkan komentar tanpa melihat data dengan cermat. Dia menyinggung Faisal Basri hanya menyoroti nilai tambah nikel berbentuk besi baja saja alias iron steel.
Dia mengatakan sampai saat ini sudah banyak sekali hasil hilirisasi nikel dalam berbagai produk yang lain yang nilai tambahnya lebih besar.
"Itu orang saja yang berkomentar tidak melihat data dengan cermat, yang diberi tahu dia itu hanya iron steel. Dia lupa kita nikel Matte sudah ada, terus kemudian HPAL juga ada, banyak sekali produk lain yang tidak diketahui dia, sehingga data itu saja yang keluarkan itu," ungkap Luhut.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto sebelumnya mengatakan kesalahan utama Faisal Basri dalam kritiknya adalah tidak update terhadap perkembangan hilirisasi di Indonesia, sehingga Faisal Basri hanya memasukkan angka ekspor besi dan baja senilai US$ 27,8 miliar atau Rp 413,9 triliun.
"Padahal hilirisasi nikel kita juga memproduksi bahan lithium baterai seperti nickel matte dan Mixed Hydrate Precipitate (MHP) yang tergabung dalam HS Code 75," ujar Seto dalam keterangannya, Sabtu (12/8/2023).
Kemudian, pada 2022, nilai ekspor nickel matte dan MHP adalah US$ 3,8 miliar dan US$ 2,1 miliar. Selain itu masih ada beberapa turunan nikel di HS Code 73. Seto menjelaskan, jika angka ekspor semuanya di total maka angkanya adalah US$ 34,3 miliar atau Rp 510,1 triliun.
Awal Mula Huru Hara Hilirisasi
Polemik soal hilirisasi nikel sendiri dimulai saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab kritikan Faisal Basri dalam sebuah acara yang mengatakan hilirisasi nikel menguntungkan China. Jokowi dalam pernyataannya mengatakan Indonesia tetap untung besar dari hilirisasi mineral.
Dia menerangkan untuk nikel saja, hitungannya sampai saat ini nilai ekspor produk olahan nikel jauh lebih besar daripada nilai ekspor nikel secara mentah. Nikel yang diekspor mentah, menurut Jokowi dalam setahun nilainya cuma Rp 17 triliun, tapi nikel yang sudah diolah menjadi beragam produk nilai ekspornya melonjak jadi Rp 510 triliun.
Nah data yang dipaparkan Jokowi itu disebut keliru oleh Faisal Basri. Dalam tulisan panjang dalam blog pribadinya, Faisal Basri membeberkan pada 2014 nilai ekspor bijih nikel dengan kode HS 2604 hanya Rp 1 triliun. Angka itu didapat dari ekspor senilai US$ 85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama yaitu Rp 11,865 per Dolar Amerika.
Dia juga membeberkan pada 2022, nilai ekspor besi dan baja dengan kode HS 72 yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi adalah US $27,8 miliar. Berdasarkan rerata nilai tukar rupiah tahun 2022 sebesar 14.876 per Dolar Amerika maka nilai ekspor besi dan baja setara dengan Rp 413,9 triliun.
Jumlah tersebut berbeda seperti yang dikatakan Presiden Jokowi keuntungan nilai ekspor melonjak jadi Rp 510 triliun.
Sumber: detik
Foto: Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan/Foto: Rachman Haryanto