Kontestasi politik di Indonesia dalam pemilihan presiden (Pilpres) masih diikuti oleh partai politik sebagai pesertanya.
Hal tersebut lantaran calon independen tidak ada yang mendaftarkan diri, sekalipun dalam ranah pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Lantas mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Peneliti Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sekaligus anggota majelis dewan pakar Persatuan Perhimpunan Periset Indonesia (PPI), Siti Zuhro menjawabnya.
Menurutnya, ada dua alasan mengapa calon independen susah tembus ke pilkada apalagi pilpres.
"Partai politik ini dipayungi oleh konstitusi. Jadi kalau ada usulan independen, harus ada amandemen konstitusi. Hanya partai politik dan gabungan partai politik yang bisa mengusung capres cawapres, itu dulu dikonstitusi," kata Siti dalam wawancara ekslusif bersama Tribun Network, di gedung bisnis Tribun Network, Kamis (24/8/2023).
"Maka dari itu kalau ada (calon) independen harus diamandemen," imbuh dia.
Kedua, Siti mengungkap jika calon yang maju secara perseorangan sejak 2007 dapat terhitung jari.
Di mana, calon-calon itu pun pada akhirnya masuk juga dalam lingkaran partai politik, sehingga benar-benar tidak independen.
"Waktu itu (2007) masih saya hitung tujuh atau delapan, delapan calon perseorangan tetapi endingnya calon perseorangan itu terus masuk ke partai politik, tertekan dia melakukan polarirasi dengan DPRD," jelas Siti.
Pasalnya, lanjut dia, persyaratan yang perlu dikumpulkan calon perseorangan sangatlah sulit, dibandingkan mereka yang bernaung di dalam sebuah partai.
"Jadi saya hanya ngomong empirik, kalau persyaratan sebagai calon perseorangan atau independen tadi itu luar biasa susahnya, ngumpulin KTP ingat Faisal Basri waktu ikut Pilkada DKI? (Tujuannya) untuk mengetes calon independen ini oke," ungkap Siti.
"Jadi memang dibikin serumit mungkin untuk calon independen itu. Lagi-lagi siapa yang merumuskan dan akan menetapkan undang-undang? partai politik dan eksekutif-eksekutif, tetap politik juga," imbuhnya.
Oleh karena itu, kata Siti, kemungkinan sangat sulit bagi calon independen ikut dalam Pilkada maupun Pilpres.
Sehingga keberadaannya, dipandang oleh Siti dalam tanda petik 'abu-abu'.
"Yang punya sistem partai aja mumet (pusing) apalagi yang perseorangan," pungkasnya.
Sumber: tribunnews
Foto: Peneliti BRIN yang juga anggota majelis dewan pakar Persatuan Perhimpunan Periset Indonesia (PPI), Siti Zuhro/Net