Tulisan Erros Djarot berjudul ‘Yang Ji Bian Niao’ bisa dinilai Joko Widodo (Jokowi) sebagai anak durhaka. Pepatah dari China artinya melihara anak ayam dari kecil, sudah besar jadi burung. Maka terbanglah sang burung meninggalkan kandang.
“Tulisan Erros Djarot yang berjudul ‘Yang Ji Bian Niao’. Pepatah Mandarain yang kalau diterjemahkan secara bebas bermakna: melihara anak ayam dari kecil, sudah besar jadi burung. Maka terbanglah sang burung meninggalkan kandang. Saat ini Jokowi telah mematuk ayam dari kandang manapun, termasuk dari kandang PDIP,” kata sastrawan politik Ahmad Khozinudin kepada redaksi www.suaranasional.com, Selasa (22/8/2023).
Kata Khozinudin, Jokowi perlahan menjadi burung perkasa, terbang liar meninggalkan kandang dan akhirnya bercengkrama dengan burung Garuda (Partai Gerindra).
Posisi Jokowi yang ‘menggiring’ PAN dan Golkar agar menyemut mengerubuti Prabowo bukanlah rahasia umum bagi siapapun yang membaca indikator politik secara baik, melalui pengkaitan sebuah peristiwa dengan peristiwa lain.
“Golkar misalnya, tidak melabuhkan preverensi politik kepada Prabowo sebagai Capres sebelum Airlangga Hartarto dipanggil Kejagung untuk diperiksa kasus korupsi minyak goreng. Airlangga, tiba-tiba menyatakan Golkar tak mendukung Anies. Airlangga, tiba-tiba mendeklarasikan dukungan Golkar untuk Prabowo. Kejagung, tiba-tiba instruksikan jajarannya tidak memproses kasus terkait Pilpres kecuali setelah Pilpres usai. Clear, ada Jokowi dibalik semua peristiwa ini,” ungkapnya.
Juga soal, tetiba ada yang menggugat pasal 169 UU Pemilu, menuntut syarat usia Capres Cawapres diturunkan menjadi 35 tahun atau memiliki pengalaman sebagai pejabat penyelenggara negara. “Tentu saja, jika dikabulkan gugatan ke MK ini akan menguntungkan Mas Gibran yang usianya baru 35 tahun dan berstatus sebagai pejabat penyelenggara negara (Walikota Solo),” ungkapnya.
Memang ada perlawanan, yang minta usia Capres Cawapres maksimal 70 tahun. Gugatan ini jelas menjegal Prabowo, karena Prabowo saat ini usianya sudah 71 tahun. Kalau dikabulkan, Prabowo apes, Prabowo batal nyapres.
Tapi, siapa yang punya MK? Menurut selorohan masyarakat, MK adalah Mahkamah Keluarga. Jadi mudah, bagi Anwar Usman yang merupakan suami Idayati adiknya Jokowi, untuk berargumen
“Mahkamah berpendapat batas minimum usia Capres harus ditetapkan 35 tahun tanpa memberikan batasan usia maksimum, agar segenap anak bangsa dapat memberikan sumbangsih pemikirannya untuk kemajuan bangsa Indonesia,” tegasnya.
Semua peristiwa politik yang telah, sedang dan akan berjalan, semakin mengkonfirmasi bahwa Jokowi adalah burung Garuda perkasa, bukan petugas partai sebagaimana diklaim oleh PDIP. Kritikan Hasto sekjen PDIP terhadap proyek Food Estate-nya Jokowi, ditanggapi sepele oleh Jokowi.
Ada pepatah yang cukup tepat untuk menggambarkan situasi ini, yaitu:
“Anjing yang dipelihara tuannya, setelah besar berani menyalak dan menggigit sang tuan yang mengadopsinya dari pinggiran jalan”
Kata Khozinudin, Jokowi telah menjadi entitas yang terpisah dari PDIP, yang memiliki kekuatan mandiri baik, didukung relawan Projo dan relawan lainnya, maupun dukungan PSI dan tentu saja kesiapan Prabowo yang telah berkomitmen untuk akan selalu timbul bersama Jokowi.
“Jokowi juga terus membangun citra diri sebagai pemimpin yang merakyat, yang sederhana, yang dicitrakan sebagai pemimpin yang dicintai,” ungkapnya.
Hanya saja, ada pepatah Jawa yang bisa memberikan proyeksi tentang masa depan Jokowi yang telah menjadi sosok ‘Yang Ji Bian Niao’, sebagaimana diungkap oleh Erros Djarot. Ya, dalam falsafah Jawa dikenal ungkapan: *BECIK KETITIK ALA KETARA, KABEH MESTI NGUNDUH UWOHING PAKERTI.*
“Maksudnya, suatu saat yang benar akan terlihat benar, yang salah akan terlihat salah. Segala pencitraan akan luluh lantak oleh derasnya hujan fakta. Semua yang salah pasti seleh, semua yang menanam dan menyuburkan kezaliman akan menuai badai bencana akibat perbuatannya sendiri,” pungkasnya.
Sumber: suaranasional
Foto: Jokowi dan Megawati (IST)