Simpang siur mengenai manfaat hilirisasi nikel untuk negara, terus bergulir. Menunjukkan pemahaman yang sangat minim untuk hal yang sangat sederhana. Bisa jadi, Indonesia belum siap menyandang predikat sebagai negara maju.
Atas konklusi itu, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mencoba membedahnya dengan cara sederhana, Sabtu (19/8/2023).
Pada 2014, belum ada hilirisasi nikel. Sehingga produksi dan ekspor bijih nikel mencapai 100.000 ton (ekuivalen produk olahan nikel) per tahun. Di mana, harga bijih nikel kala itu sebesar 30 dolar AS per ton. Nilai ekspornya (ekonomi), menjadi 3 juta dolar AS, diperoleh dari 100.000 x 30 dolar AS.
Pada 2022, produksi bijih nikel naik menjadi 1 juta ton (ekuivalen produk olahan nikel). Anggap harga bijih nikel sama, yaitu 30 dolar AS per ton.
Kasus pertama, anggaplah tidak ada hilirisasi (smelter). Berapa manfaat hilirisasi? Karena tidak ada hilirisasi, maka manfaatnya nihil. Namun, nilai ekspor (ekonomi), melesat menjadi 30 juta dolar AS. Didapatkan dari 1 juta x 30 dolar AS. Artinya, nilai ekspor atau manfaat ekonomi naik 27 juta dolar AS. Didapatkan dari 30 juta AS dikurangi 3 juta AS. Nah, manfaat ekonominya naik 900 persen.
Asal tahu saja, kenaikan atau manfaat ekonomi ini berasal dari kenaikan produksi bijih nikel. Bukan kenaikan dari hilirisasi.
Kasus kedua, berlaku larangan ekspor bijih nikel, ekspor harus melalui proses pemurnian smelter, atau hilirisasi. Anggap harga nikel olahan (setelah pemurnian) sebesar 80 dolar AS per ton
Pertanyaannya, berapa nilai manfaat hilirisasi? Sebelumnya sudah dijelaskan, produksi bijih nikel sudah dalam kuantitas ekuivalen produk olahan nikel. Artinya, jumlah bijih nikel sebanyak 1 juta ton ekuivalen dengan 1 juta ton produk olahan nikel, dengan harga 80 dolar AS per ton. Artinya, dengan hilirisasi, nilai ekspor menjadi 80 juta dolar AS (= 1 juta ton x 80 dolar AS).
Sekali lagi, berapa nilai manfaat hilirisasi? Ekspor bijih nikel tahun 2014 sebesar 3 juta dolar AS; kemudian, ekspor produk olahan nikel tahun 2022 mencapai 80 juta dolar AS;
Perhitungan pemerintah mengatakan, manfaat hilirisasi pada 2022 mencapai 77 juta dolar AS dibandingkan 2014. Yaitu, 80 juta dolar AS (ekspor 2022) dikurangi 3 juta dolar AS (ekspor 2014).
Apakah seperti itu? “Ekspor 2022 sebesar 80 juta dolar AS terdiri dari dua komponen. Pertama, berasal dari produksi bijih nikel (aktivitas ekstraksi) sebesar 30 juta dolar AS. Kedua, kenaikan nilai tambah hilirisasi sebesar 50 juta dolar AS. Artinya, nilai manfaat hilirisasi hanya 50 juta dolar AS, bukan 77 juta dolar AS,” kata Anthony
Alasannya, kalau tidak ada hilirisasi, maka negara masih bisa mengekspor bijih nikel senilai 30 juta dolar AS. Sedangkan kenaikan ekspor sebesar 77 juta dolar AS dinamakan kenaikan (manfaat) ekonomi. Bukan kenaikan manfaat hilirisasi.
Kenaikan total manfaat ekonomi tersebut, 77 juta dolar AS, terdiri dari kenaikan manfaat ekonomi ekstraksi (tambang mentah) sebesar 27 juta dolar AS, dan kenaikan manfaat hilirisasi sebesar 50 juta dolar AS. “Semoga jelas,” kata dia.
Yang menjadikan hilirisasi nikel heboh, Faisal Basri mengatakan, sebesar 90 persen manfaat hilirisasi nikel, dalam contoh ini senilai 50 juta dolar AS, dinikmati China.
Sayangnya, pernyataan Faisal Basri cepat-cepat dibantah seorang anak muda brilian, bernama Faisal Seto atau Septian Hario Seto, Deputi Investasi dan Pertambangan Kemenko Kemaritiman dan Investasi.
“Saya berprasangka, sanggahan Faisal Seto, terkesan sebagai upaya untuk “mempermalukan” Faisal Basri. Seolah-olah, Faisal Basri tidak mengerti permasalahan sehingga harus dikoreksi oleh seorang anak muda,” papar Anthony.
Pertanyaannya, apakah semua sanggahan Faisal Seto murni dari dirinya sendiri? Membaca kronologis sanggahan Faisal Seto yang (seolah-olah) spontan, ditulis di atas pesawat terbang, seperti diuraikan Dahlan Iskan, terasa aneh dan menimbulkan tanda tanya besar.
“Dari mana Seto mendapatkan data yang sangat detail tersebut di atas pesawat? Dan kapan? Karena waktu kejadian tidak sinkron dengan cerita. Alibi tidak matched,” kata Anthony.
Kronologis polemik hilirisasi nikel sebagai berikut. Jokowi bantah pernyataan Faisal Basri pada 10 Agustus 2023, dua hari setelah Faisal Basri bicara di seminar nasional pada 8 Agustus 2023
Sehari kemudian, yakni 11 Agustus 2023, sanggahan Faisal Seto beredar di berbagai media. Menariknya lagi, menurut tulisan Dahlan Iskan, Faisal Seto menulis sanggahan di pesawat, dalam perjalanan dari Brazil, Washington, kembali ke Jakarta.
Artinya, Faisal Seto masih di angkasa pada 10 Agustus 2023. Lalu kapan Luhut dan rombongan, termasuk Faisal Seto, pergi ke Brazil, dan kapan kembalinya?
Intinya, di mana Seto berada antara 8-11 Agustus 2023, ketika pernyataan hilirisasi Faisal Basri menjadi polemik? Di Brazil, Jakarta, atau di udara? Lalu kapan Seto dapat data yang sangat detil itu?
“Sebaiknya ada diskusi langsung antara Faisal Basri dengan Faisal Seto. Semoga keduanya berkenan. Semoga tidak ada yang menyiarkan berita bohong. Karena bisa diancam 10 tahun,” tutur Anthony.
Sumber: inilah
Foto: Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/Net