APBN dinilai telah dikorbankan menjadi jaminan untuk membereskan utang proyek pemerintahan Presiden Joko Widodo, terutama untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).
Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Penjaminan Pemerintah untuk Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung, seolah Indonesia masuk dalam jebakan utang China.
"Menurut saya terbitnya PMK No. 89/2023 ini telah membuat kita benar-benar masuk dalam jebakan utang China, di mana pemerintah terpaksa menuruti seluruh keinginan pihak China agar proyek ini selesai dan tidak mangkrak," kata Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (Ideas) Yusuf Wibisono lewat keterangan tertulisnya kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (21/9).
Yusuf menuturkan, pelaksanaan proyek KCJB benar-benar telah jauh melenceng dari perencanaan. Padahal awalnya KCJB digadang-gadang akan menguntungkan Indonesia.
"Karena sepenuhnya menggunakan skema business to business, namun kini ternyata berbalik 180 derajat," kata Yusuf.
Yusuf mengurai, pada awal perencanaan tahun 2015, proyek KCJB ini diperkirakan hanya akan menelan biaya 5,13 miliardolar AS dan tanpa ada penjaminan pemerintah dan pembiayaan APBN, tidak ada subsidi tarif, tidak ada kewajiban pemerintah untuk pembebasan lahan, serta jika ada pembengkakan biaya akan ditanggung oleh konsorsium yang 60 persen dimiliki Indonesia dan 40 persen China.
"Namun, realitanya, semua hal tersebut tidak terjadi. Agar proyek terus berjalan, pemerintah akhirnya memberi pembiayaan APBN ke PT KAI sebagai pelaksana proyek," tutup Yusuf.
Sumber: rmol
Foto: Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB)/Ist