Tragedi pembantaian raja-raja Melayu di Indonesia memang tergolong sejarah kelam yang jarang tertulis dalam buku sejarah.
Entah sengaja ditutupi atau dikaburkan, namun tidak bisa menghapus catatan hitam akan pembantaian raja-raja Melayu pasca kemerdekaan RI.
Anehnya, pembantaian raj-raja Melayu itu dibungkus dengan catatan sejarah dengan lebih halus dengan sebutan “Revolusi Sosial Maret 1946.”
Lantas bagaimana kisah pembataian raja-raja Melayu di wilayah Sumatera Timur dan sekitarnya pada tahun 1946? Yuk simak seperti dalam ulasan YouTube Melawan Lupa Metro TV (16/5/2018).
Pasca kemerdekaan RI, para kaum komunis melancarkan gerakan sosial guna menghapus sistem feodalisme.
Facebook The Patriots (3/3/2017) merilis daftar kerajaan dan kesultanan yang diserbu atas aksi revolusi jeji tersebut antara lain.
1. Kerajaan Tanah Karo
2. Kerajaan Simalungung
3. Kesultanan Asahan, Tanjung Balai
4. Kesultanan Kualuh
5. Kesultanan Melayu Deli
6. Kesultanan Langkat
Bentuk kekejamannya
Meski tergolong sedikit yang menulis tragedi tersebut, namun bagi masyarakat Melayu Timur kisahnya tak pernah terlupakan.
Terlebih bagi anggota kerajaan atau Kesultanan yang masih hidup hingga saat ini, disebutnya sebagai pembataian kelam.
Betapa tidak, konon, penyiksaan, pembunuhan, dan perkosaan yang dilakukan terhadap anggota keluarga kerajaan sangat keji.
Salah satu yang paling ingat dalam sejarah nasional adalah pembunuhan Amir Hamzah (Tokoh Nasional), di mana sosoknya merupakan korbannya.
Pasalnya, Amir Hamzah merupakan salah satu keluarga kerajaan Langkat, sehingga menjadi sasaran pelaku saat itu.
Misalnya, seperti dimuat di laman resmi p2k.stekom.ac.id, dijelaskan pada 3 Maret 1946, Istana Sultan Asahan dikepung gerakan massa. Keesokan harinya, 140 orang tewas dibunuh meliputi anggota keluarga kerajaan, para penghulu, pegawai.
Dalang revolusi sosial Maret 1946
Adapun dalang dari revolusi sosial Maret 1946 itu tergolong multitafsir, selain sedikit sejarah yang menulisnya.
Juga, semacam dianggap tak begitu penting, meski sebenarnya merupakan sejarah hitam bangsa Indonesia.
Akan tetapi, sejumlah sumber mengatakan bahwa keterlibatan aktivis PKI dinilai sangat berperan besar terhadap pergolakan tersebut.
Tanggapan keturunan raja yang hidup
Kini raja dari Kesultanan Langkat Tengku Azwar Abdul Djalil Rahmatshah Al Hajj pernah mengenang tragedi menyakitkan itu.
“Ini adalah pengkhianatan terhadap proklamasi. Negara RI ditohok, ditikam dari belakang,” ujarnya,” ucapnya seperti pernah dimuat lama resmi sumutprov.go.id di acara peringatan 70 tahun Revolusi Sosial di Sumatera Timur.
Eks Plt Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi juga ikut mengenang tragedi berdarah kelam itu.
“Terjadi penyiksaan, pembunuhan, penculikan ,dan tindakan amoral lain yang dilakukan segelintir orang yang seolah menjadi pahlawan. Di kawasan pantai timur ini goresan itu masih pedih di hati masyarakat terlebih lagi bagi tokoh melayu,” tuturnya di acara yang sama.***
Sumber: hops
Foto: Pembantaian raja-raja Melayu di Sumatera (Youtube PEGAWAI JALANAN)