Kisah Pergulatan Batin Friedrich Silaban Anak Pendeta dari Tapanuli Saat Rancang Masjid Istiqlal -->

Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Kisah Pergulatan Batin Friedrich Silaban Anak Pendeta dari Tapanuli Saat Rancang Masjid Istiqlal

Senin, 11 September 2023 | September 11, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-09-11T11:32:34Z

Friedrich Silaban lahir di Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912. Friedrich merupakan anak pendeta yang merancang arsitektur Masjid Istiqlal Jakarta.

Friedrich Silaban meninggal dunia pada Senin, 14 Mei 1984, di RSPAD Gatot Subroto karena mengalami komplikasi.

Friedrich Silaban bersekolah di HIS Narumonda, Tapanuli, Sumatera Utara, dan Koningin Wilhelmina School, sebuah sekolah teknik di Jakarta.

Friedrich Silaban merupakan penganut Kristen Protestan dan anak seorang pendeta di Tapanuli.

Namun kiprahnya telah melahirkan berbagai bangunan modern pada masanya dan kini menjadi bangunan bersejarah di Indonesia.

Pada tahun 1955, Presiden pertama Indonesia Soekarno mengadakan sayembara membuat desain maket Masjid Istiqlal.

Sebanyak 22 dari 30 arsitek lolos persyaratan. Bung Karno sebagai Ketua Dewan Juri mengumumkan nama Friedrich Silaban dengan karya berjudul ‘Ketuhanan’ sebagai pemenang sayembara.

Bung Karno menjuluki Silaban sebagai ‘By the grace of God’ karena memenangi sayembara arsitektur Masjid Istiqlal tersebut.

Penanaman tiang pancang baru dilakukan pada tahun 1961 atau enam tahun setelah pemenang sayembara diumumkan.

Dan pembangunan masjid baru selesai 17 tahun kemudian dan secara resmi digunakan sejak tanggal 22 Februari 1978.

Dikutip dari surat kabar Kompas edisi 21 Februari 1978, Freidrich Silaban mengatakan, bahwa arsitektur Masjid Istiqlal itu adalah asli, tidak meniru dari mana-mana.

Namun dia juga tidak tahu dari mana datangnya gaya arsitektur masjid tersebut.

Menurut Silaban, patokan dia dalam merancang hanyalah kaidah-kaidah arsitektur yang sesuai dengan iklim Indonesia dan berdasarkan apa yang dikehendaki orang Islam terhadap sebuah masjid.

Dikisahkan putra Friedrich, Panogu Silaban, sebelum mengikuti sayembara Masjid Istiqlal, ayahnya meminta izin ke Preside Soekarno.

Dari situlah Soekarno mengusulkan agar Freidrich memakai nama samaran. Dan Freidrich menjalankan saran dari Bung Karno ini.

Menurut Panogu Silaban, ayahnya memang kerap mengikuti sayembara dengan nama samaran berupa moto.

Pernah ada satu sayembara, Friedrich memakai nama Bhinneka Tunggal Ika. Dia juga pernah pakai moto 'Kemakmuran'. Lalu, untuk Masjid Istiqlal ini motonya 'Ketuhanan'.

Alami Pergulatan Batin

Friedrich Silaban mengalami pergulatan batin ketika hendak mengikuti sayembara arsitek Masjid Istiqlal. Bagaimana tidak, Friedrich merupakan seorang Kristen Protestan, berdarah Batak. Ayahnya seorang pendeta.

Sebelum mengikuti sayembara, Friedrich bahkan sempat berkonsultasi dengan Uskup Bogor, Monsieur Geise, perihal konflik batin ini.

Melansir Historia.id, Freidrich juga berdoa memohon persetujuan dan bimbingan Tuhan soal niatnya mengikuti sayembara merancang sebuah masjid, rumah ibadah umat Islam.

Menurut Poltak Silaban, putra Freidrich Silaban yang lain, ayahnya meminta doa kepada Tuhan agar dibuatkan sakit dan dikalahkan jika memang merancang masjid ini adalah perbuatan salah.

Namun sebaliknya jika di mata Tuhan merancang masjid Istiqlal ini adalah perbuatan benar, maka Freidrich Silaban minta dimenangkan.Dan yang terjadi, Friedrich memenangi sayembara itu.

Di tengah proses menyelesaikan gambar-gambar rancangannya, Friedrich sempat sakit.

Dia harus menggunakan papan gambar yang diposisikan sedemikian rupa agar tetap bisa menggambar tanpa beranjak dari tempat tidur.

Masjid Istiqlal berdiri di atas lahan seluas 9,5 hektar, diapit dua kanal Kali Ciliwung, kubahnya bergaris tengah 45 meter, dan ditopang 12 pilar raksasa serta 5.138 tiang pancang.

Dindingnya berlapis batu marmer putih. Air mancur besar melambangkan ‘tauhid’ dibangun di barat daya. Dilengkapi menara setinggi 6.666 sentimeter, sesuai dengan jumlah ayat Al Quran.

Freidrich Silaban membuat dinding sesedikit mungkin di masjid supaya angin leluasa masuk. Silaban ingin umat yang sembahyang di masjid itu seintim mungkin dengan Tuhan.

Awal Mula Karier Freidrich Silaban

Karier Silaban di dunia arsitek diawali saat bersekolah di Jakarta. Dia sangat tertarik pada desain bangunan Pasar Gambir di Koningsplein, Batavia, 1929, buatan arsitek Belanda, JH Antonisse.

Setelah lulus sekolah, Silaban mengunjungi kantor Antonisse. Dia pun dipekerjakan sebagai pegawai di Departemen Umum, di bawah pemerintahan kolonial.

Kariernya terus meningkat hingga akhirnya ia menjabat sebagai Direktur Pekerjaan Umum tahun 1947 hingga 1965.

Jabatannya itu membawa Silaban ke penjuru dunia. Tahun 1949 hingga 1950, Silaban ke Belanda mengikuti kuliah tahun terakhir di Academie voor Bouwkunst atau akademi seni dan bangunan.

Perjalanannya ke penjuru dunia, terutama setelah kunjungannya ke India, menyiratkan satu hal bahwa jiwa sebuah bangsalah yang mendefinisikan arsitektur bangsa tersebut.***

Sumber: pojoksatu
Foto: Friedrich Silaban/Net
×
Berita Terbaru Update
close