Masyarakat Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, meradang lantaran harus terusir dari wilayah yang sudah turun-temurun ditinggali. Investasi bertajuk "Rempang Eco City" mengancam ketentraman warga tinggal di tanah kelahirannya.
Direktur Eksekutif Komisi Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I), Tom Pasaribu turut mempertanyakan kehadiran negara dalam membela rakyatnya.
"Jangan atas nama investasi, pemerintah justru mengorbankan rakyatnya sendiri. Terlebih, warga di Rempang saat ini leluhurnya sudah menempati lahannya sejak sebelum Indonesia merdeka," kata Tom kepada wartawan, Rabu (20/9).
Tom menegaskan, mengacu pada Undang Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 Ayat 3 menyatakan, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Rakyat ini harus kita maknai adalah rakyat kecil, terutama yang belum sejahtera. Bukan pengusaha yang sudah bergelimang harta apalagi investor asing," kata Tom.
Menurutnya, pemerintah juga harus melakukan kajian lebih dalam terkait Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah dipegang investor atau perusahaan tapi sudah puluhan tahun didiamkan.
"Kenapa setelah kurang lebih 20 tahun ujug-ujug pengembang atau pengusaha ini seperti kalap ingin memindahkan warga Rempang. Apa negara justru membantu investor asing mengusir rakyat dari tanah kelahirannya?," tanya Tom.
Tom menjelaskan, pemerintah juga harus teliti dan mewaspadai geopolitik dan geostrategi yang dilakukan oleh negara lain, termasuk yang berkedok investasi tapi ujung-ujung menguasai tanah-tanah rakyat atau tanah-tanah negara
"Tidak hanya faktor ekonomi yang perlu kita selalu dengungkan. Penjajahan di era modern juga harus kita waspadai. Kalau saya boleh menggunakan kiasan, kalau pun terpaksa menjadi pencuri sekalipun jadilah pencuri yang beradab," kata Tom.
Bukan tidak mungkin, lanjut Tom, kasus Rempang akan membangkitkan soliditas dan solidaritas dari rumpun Melayu di Tanah Air. Bahkan, dari seantero negeri.
Ada sebuah pepatah atau gurindam dari tanah Melayu yang harus diteladani pejabat pemerintah Indonesia, “Jikalau berteduh di pohon yang rindang, hendaklah ingat siapa yang menanam.”
"Negara ini terbentuk juga dari kerelaan kerajaan-kerajaan pada masanya untuk mendukung dan bergabung dalam bingkai NKRI. Jangan sampai terjadi mereka mengajukan referendum karena hak-haknya sebagai warga negara tidak terlindungi," demikian Tom.
Sumber: rmol
Foto: Direktur Eksekutif Komisi Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3-I), Tom Pasaribu/Ist