MENGGELIKAN sekaligus terdengar menjijikkan, ketika mendengar Tuan ingin berkhutbah tentang kebangsaan, NKRI, atau tentang Pancasila, di kampung kami, Riau.
Tuan mungkin sedang mengidap amnesia sejarah. Baiklah, aku sampaikan lagi, bahwa ketika negeri yang bernama Indonesia ini merdeka tahun 1945, kami masih negara berdaulat, dan lalu kami dengan kesadaran memutuskan untuk bergabung, menjadi Indonesia.
Kami masuk ke Indonesia, bukan dengan tangan kosong seperti Tuan. Kami menyumbang 10 provinsi, 2 daerah jajahan, 39 butir berlian, uang 13 juta gulden, menyumbang minyak, dan memberikan bahasa. Bahkan sampai hari ini, tanah kami, mulai dari blok kangguru, Dumai, dan Pakning, masih menyusukan negeri ini dengan 900 ribu barrel setiap hari. Kami berikan juga hasil hutan, kelapa sawit, hasil laut, dan berbagai komoditas lain.
Sejak eksploitasi stanvac sampai minyak bumi kami mengisi lambung kapal Gage Lund tahun 1955, kami sudah menyumbang ribuan trilyun kepada negeri ini. Kami juga telah memberikan bahasa, agar Tuan petah berkata kata.
Izinkan kami bertanya: Apa yang sudah negeri Tuan sumbangkan kepada Indonesia, sehingga Tuan merasa berhak untuk menceramahi kami soal kebangsaan? Minyak kampung kami juga ikut dalam tol, dalam jalan yang tuan injak di kampung Tuan. Minyak kami sudah membangun gedung gedung di kampung Tuan, bahkan republik ini. Itu sumbangan kami, mana sumbanganmu?
Tuan hanya mencintai negeri ini dengan tagar #nkrihargamati, atau #sayapancasilasayaindonesia, lalu Tuan merasa sudah demikian Indonesia?
Di kampung kami, orang kampung Tuan bisa menjadi apa saja, jadi gubernur, bupati, walikota, pengusaha, pejabat, anggota legislatif, bahkan menjadi bajingan pun boleh. Bisakah hal yang sama terjadi di kampung Tuan?
Di mana adab Tuan? Tuan menikmati kekayaan kami, tapi Tuan tanpa malu, tanpa moral mempersekusi ulama kami dan mempertanyakan keindonesiaannya. Apakah Tuan waras?
Berhentilah melakukan omong kosong, belajarlah untuk memiliki rasa malu. Antara kami dan Tuan tidak layak untuk disandingkan dalam keindonesiaan. Berhentilah meludahi muka sendiri. (*)
Oleh Syaukani Al Karim
Sastrawan Riau
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.