Mahkamah Konstitusi (MK) tengah menjadi sorotan lantaran adanya berbagai gugatan terkait batas usia minimum dan maksimum untuk calon presiden (Capres) dan wakil presiden (Cawapres).
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus menegaskan bahwa MK harus mempertimbangkan kewenangannya dalam hal ini. Menurutnya, syarat usia adalah kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah, sesuai dengan prinsip open legal policy.
“Artinya DPR sebagai fungsi representasi rakyatlah yang berwenang mengubah atau meniadadakan sebuah UU, bukan oleh MK,” kata Petrus dalam keterangannya, Selasa (26/9).
Petrus juga mengingatkan MK untuk menolak gugatan semacam itu. Ia menyatakan bahwa pembentukan undang-undang itu melibatkan kajian, naskah akademik, debat di parlemen, dan aspirasi publik.
Oleh karena itu, MK tidak seharusnya mencampuri kewenangan open legal policy.
“Harus diingat sebuah UU dibentuk lewat kajian, lewat naskah akademik, lewat perdebatan di Parlemen dan lewat public hearing dengan masyarakat, karenanya MK tidak boleh mengambil alih kewenangan open legal policy itu,” pungkas Petrus.
Sumber: rmol
Foto: Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan Presiden Joko Widodo/Ist