Pada akhir Juli, sekelompok pejabat pemerintah dan akademisi China bertemu di Urumqi untuk membahas bagaimana Xinjiang menerapkan rencana nasional untuk mensinisasi (sinicize) Islam.
Para pejabat tersebut tidak mengungkit situs-situs keagamaan yang telah dihancurkan oleh pemerintah China, atau buku-buku Islam yang telah dibakar, atau orang-orang Uighur yang telah 'dideradikalisasi' di kamp konsentrasi untuk mendapatkan petunjuk tentang keyakinan Islam. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan rencana terpisah dari Partai Komunis China.
Namun rencana yang menjadi tanggung jawab mereka, yaitu kerangka kerja lima tahun yang diluncurkan pada tahun 2018, belum sepenuhnya dilaksanakan.
"Islam sendiri membutuhkan lebih banyak rekayasa," kata mereka.
Secara khusus, China perlu berbuat lebih banyak untuk menyatukan Islam dengan Konfusianisme. Untuk mencapai hal ini, mereka perlu merilis Al-Quran berbahasa Mandarin baru yang diterjemahkan dan diberi anotasi yang selaras dengan semangat zaman.
“Mensinisasi Islam di Xinjiang harus mencerminkan aturan sejarah tentang bagaimana masyarakat berkembang, melalui konsolidasi kekuatan politik, pengamanan masyarakat, dan konstruksi budaya,” kata Wang Zhen, seorang profesor di Institut Sosialisme Pusat China, seperti dilansir Xinhua, Jumat (22/9/2023).
Lembaga ini adalah bagian dari Kelompok Kerja Front Bersatu Partai Komunis, yang mengendalikan urusan agama China. Ini menghasilkan rencana Sinisasi.
Karenanya, Partai Komunis China (PKC) ingin memperkuat pengaruh China dengan membuat Al Quran dan Hadis dalam versi terjemahan baru. Terjemahan ini nantinya "menggunakan Konfusianisme untuk menafsirkan kitab suci."
Penafsiran ini sendiri merujuk pada koleksi terjemahan dan tulisan Islam Dinasti Qing dalam bahasa Mandarin yang dikenal sebagai Kitab Han. Kitab Han adalah kumpulan teks Islam yang menggunakan konsep Konfusianisme untuk menjelaskan teologi Islam.
Sejalan dengan ini, para akademisi dan pejabat menilai Beijing perlu berbuat lebih banyak untuk bisa memadukan Islam dengan Konfusianisme alias nilai-nilai Konghucu. Salah satu caranya, mereka ingin merilis Al-Quran baru yang diterjemahkan dalam bahasa Tiongkok dan memiliki rujukan yang selaras dengan "semangat zaman."
Agama Dipandang Sebagai Ancaman
Partai Komunis China, atau PKC, telah lama memandang agama sebagai ancaman terhadap keunggulan keyakinan.
Selama beberapa dekade, mereka cenderung menganiaya Muslim Uyghur dengan cara yang sama, dengan slogan propaganda yang berbeda, dan dengan intensitas yang semakin meningkat.
Namun saat ini, setelah kampanye yang disebut Amerika Serikat sebagai genosida, partai tersebut secara praktis telah menghapuskan praktik kekerasan terhadap Islam di Xinjiang yang tidak diawasi secara langsung oleh AS. Kini mereka sedang berusaha mengatasi kekusutan dalam versi baru Islam yang diharapkan dapat mengikat Muslim China termasuk Muslim Uyghur, agar lebih dekat dengan negara.
“Tujuan akhir dari Sinicisasi adalah untuk memungkinkan adanya pengawasan yang lebih besar,” kata David Stroup, dosen Studi Tiongkok di Universitas Manchester.
Selama ini, pemerintah China dilaporkan kerap mengontrol ketat aktivitas beragama warga Xinjiang hingga menahan jutaan etnis Uighurdi kamp konsentrasi untuk doktrinisasi nilai komunis.
Sumber: tvonenews
Foto: Ilustrasi Al-Qur'an/Net